Assalamu’alaikum Izz, Anak
Salehku. Ketika kamu membaca tulisan Ummi ini tentunya kamu sudah besar nak,
sudah bisa membaca. Ummi akan bercerita tentang bagaimana kamu terlahir ke
dunia ini. Dan betapa bahagianya Ummi dan Abi kala itu. Slamat membaca Nak^^
Memasuki minggu 36 kehamilan, ummi
semakin merasa was-was, plus stress juga. Mungkin karena ini adalah anak
pertama kali ya…Minggu 37 ummi memeriksakan kandunganku di bidan, menurut ibu
bidan kepala si dede belum masuk ke pintu panggul, masih melayang. Ummi disarankan
untuk naik turun tangga dan jalan-jalan pagi. Memang sih ummi jarang
jalan-jalan pagi, malas. Tapi aktivitasku selalu menuntut ummi untuk mobile, bahkan kehamilan 36 minggu kemarin
ummi masih wara wiri Enrekang Makassar. Ibu bidan menafsirkan BBJku 3,2 kg di
pemeriksaan minggu ke 37, ummi menelpon teman-temanku yang berprofesi sebagai
bidan rata-rata mereka menebak nanti ummi lahirannya SC karena bayiku
berpotensi punya ukuran besar. Menyesal ummi menelpon mereka, malah
memperbanyak stressorku L.
Ya Rabb ummi pengen lahiran normal.
Kebetulan ummi janjian dengan
dokter kandunganku, dokter Amel untuk kontrol di minggu 38. Sebenarnya keluarga
dan suami sudah tidak mengijinkan. Jarak tempuh Enrekang ke Makassar 6-7 jam
perjalanan. Ummi tambah galau, bagaimana
nanti kalau perkiraan para bidan itu benar, ummi akan di SC. Sementara dokter
di Rumah sakit Enrekang ini dokternya laki-laki, dan ummi sama sekali tidak
siap dengan hal itu, aku lebih memilih dan sangat ingin melahirkan normal di
tangan ibu bidan yang memang sudah kukenal. Walaupun memang dokter Amel, dokter
kandunganku di Makassar pun sangat baik dan kooperatif. Aku merasa hubungan
terapeutik sangat mendukung kelancaran persalinan. Ummi bujuk-bujuk akhirnya mereka luluh juga
dengan syarat ummi ditemani Bapak.
Bidan Ijok, itu nama bidanku pun memberi
lampu hijau asal ada yang temani dan selalu bawa baju baby kemana-mana. Dan direncanakanlah
ummi berangkat tanggal 31 januari karena tanggal 2 Februari adalah jadwal
konsul dengan dosen pembimbing tesisku dan kontrol ke dokter Amel. Tapi tanggal
30 Januari ummi berubah pikiran, ummi membujuk Ibu untuk ikut menemaniku ke
Makassar, takut ada apa-apa di perjalanan, ummi meminta Ibu ijin dari kantor
dan ibu menyanggupi. Tapi siapa sangka rencana itu tinggal rencana. Semuanya tak
berjalan sesuai format yang direncanakan.
Waktu itu Sabtu subuh tanggal 31
Januari, usia kehamilan 38 minggu 2 hari. Ummi bangun untuk shalat subuh dan bercak
darah kecoklatan itu mulai ada. Ummi merasa was-was dan curhat ke Abi, “Bagaimana
ini Abi, tidak sakit tapi ada bercak darah kecoklatan?”. Akhirnya kami
memutuskan menunggu sampe ada rasa nyeri muncul baru Abi pulang. Suamiku
berkantor di Banjarmasin, sementara cutinya adalah tanggal 10 Februari karena
tanggal perkiraan partusku adalah 18 Februari.
Pukul 11.00 pagi, bercak darah kecoklatan
mulai berwarna merah terang tapi belum berasa nyeri sama sekali. Tapi akhirnya
Abi memutuskan untuk pulang. Booking tiket jam 16.00. Ummi kemudian SMS Ibu yang masih di
kantor. Setelah terlibat percakapan
panjang kali lebar, akhirnya Ibu menyimpulkan saya kecapean. Pagi tadi ummi
memang turun tangga sampe 10 kali. Pukul 14.00 bercak darah mulai banyak, pukul
15.00 Ibu diam-diam ke ibu bidan memberitahukan keadaanku, ibu bidan menelponku
dan kuceritakan kronologisnya. Kesimpulannya sama seperti ibu, mungkin ummi
kecapean.
Pukul 17.00, teman-teman SMA Ummi
datang bertamu sekalian membawakan kain seragamku, kebetulan awal bulan depan
ada sahabat kami yang akan melangsungkan pesta pernikahan. Waktu itu ummi
sempat curhat ke mereka, karena salah satu dari mereka sudah punya anak. Ummi bahkan
sempat dicontohkan cara mengejan yang baik versi dia ^_^.
Pukul 20.00, perutku tiba-tiba
mules seperti mau datang bulan. Tapi ummi masih bisa nonton TV bareng Ibu. Pukul
20.30, mulesnya mulai berasa mengentak-entak tapi masih bisa kutahan dengan
menyibukkan diri menelpon Abi. Pukul 21.00 bukan mules lagi tapi berasa Braxton
hiss, nyeri. Pukul 22.00, sakitnya tambah nyeri, Abi menelpon dan memberitahu
dia sudah start dari Makassar. Ummi mulai mencatat jedah antara sakitnya. Hasilnya
hampir teratur 10-12 menit. Ibu menelpon ibu bidan lagi. Pukul 23.00 ummi mulai
merefleksikan pikiranku dengan yang indah-indah, sakitnya makin menjadi-jadi,
tidak kuhiraukan lagi dering telpon suamiku tapi anehnya ummi masih sempat chating di FB lewat hp, seolah-olah ummi
tidak kesakitan. Pukul 00.15 ummi menyudahi menghitung jedah nyerinya, ummi sibuk
menopang perutku yang berasa sakit. Berkali-kali
ibu menganjurkan untuk tidur karena katanya ummi butuh tenaga untuk mengejan
nantinya, ummi diam saja. Tahukah engkau Ibu, hasratku untuk tidur tinggi
sekali tapi sakit ini membuat mataku tidak bisa terpejamkan.
Pukul 03.20 kudengar suara Abi di ruang tamu
berbicara dengan Ibu dan Bapak, sejenak hatiku terasa damai, Suamiku sudah
datang. Pukul 04.00 Abi masuk kamar dan mengelus pundakku, mengecup dede dan
memelukku dari belakang. Abi sudah datang sayang, begitu bisiknya. Airmata ummi
langsung menganak sungai. Kugengam erat tangannya sambil menahan sakit, ummi
berbisik lirih, “Sakit…..”. Abi mengusap kepala ummi dan melafalkan doa-doa.
Ahad 1 Februari, pukul 05.00,
setelah menunaikan shalat subuh, Abi mengaji sambil mengelus perutku. Agak berasa
lebih nyaman tapi masih tetap sakit. Pukul 06.10. ummi keluar kamar dan
berjalan mondar-mandir di ruang tamu, Abi mengikutiku berjalan dan memegangiku
disamping mirip seperti asisten pribadi, aku berhenti lalu meremas kedua tangan abi
ketika hissnya datang. Ibu dan Bapak mengawasi dari jauh. Pukul 07.20 Ibu bidan
menelponku, aku berbicara diantara jedah hiss dengan nada sebiasa mungkin. Ibu bidan
memintaku untuk ke puskesmas. Abi buru-buru mandi, kemudian
membantuku mempersiapkan diri, Ibu menyiapkan segala sesuatunya yang mungkin
akan diperlukan disana. Abi sungkem minta maaf kepada Ibu dan Bapak, sementara
aku hanya bisa menciumi tangan mereka lalu memeluk satu-satu sambil minta maaf
dan mohon doanya untuk kelancaran persalinan. Ummi sudah tidak kuat untuk
berjongkok dan sungkem lagi. "Bapak..Ibu maafkan dan ampuni dosa-dosaku"
Pukul 09.00, bidan Ijok, 2 bidan asistennya dan beberapa
orang mahasiswa sudah menungguku, Pukul 09.05 aku berbaring di ranjang bersalin
untuk di VT (pemeriksaan untuk menilai persalinanku sudah masuk pembukaan
berapa) untuk pertama kalinya, Jam dinding persis berada di hadapanku. Ruang
persalinan bersih lengkap dengan kamar mandinya, ini salah satu alasanku
memilih puskesmas karena kalau melahirkan di rumah sakit maka ibu-ibu yang akan
melahirkan dijejer disitu. Dulu pengalaman kakak sulungku melahirkan di salah
satu rumah sakit pemerintah di Makassar, berbanjar rapi seperti bangsal,
teriakan para ibu membahana silih berganti. Kakakku ketika itu adalah orang
yang pertama kali masuk ke kamar bersalin dan diapun yang paling akhir keluar
dari kamar bersalin. Ketika samping tempat tidurnya berhasil melahirkan, kakak
hanya memandangi dengan cemas. Jelas stresornya semakin meningkat.
Bidan Ijok lalu memperkenalkanku
dengan bidan asistennya dan mahasiswa dan meminta kalau yang memimpin
persalinan nanti dia sendiri, jadi mahasiswa tidak usah mengambil alih. Aku
sedikit lega dan berterimakasih kepada ibu bidan. Bidan Ijo lalu melakukan pemeriksaan
dalam. Ternyata VT itu benar-benar tidak nyaman dan sakit. Aku bayangkan mereka
yang melahirkan dengan berapa kali pemeriksaan VT. Hasilnya aku masih pembukaan
1. Kudengar ibu bidan berbisik ke Ibu untuk tenang. “masih lama Bu, bisa jadi besok, tenangkanmiki dirita dulu, ke pasar
miki dulu”. Aku mulai cemas sendiri, Ya Ampun masih lama, sakitnya sudah
berasa maksimal, ditambah semalaman aku tidak tidur.
Pukul 10.00, bidan Ilmi yang
super duper sabar nan ayu hendak melakukan pemeriksaan dalam untuk kedua
kalinya. Aku menolak mentah-mentah, tidak bicara hanya lewat lambaian tangan
menolak. Sejak VT pertama aku seperti trauma menaiki ranjang bersalin. Aku terus
mondar-mandir di dalam kamar bersalin dan skali-skali menyebrang ke ruang
administrasi. Abi masih tetap berjalan seperti asistenku, tapi kali ini makin
parah karena ketika hissnya datang aku tidak lagi meremas tangannya tapi
mencakar tangannya. Dua orang mahasiswa ikut berjalan di belakangku bergantian mengepel
bercak darah yang mengalir di kakiku. Pintu depan sengaja dikunci sesuai
permintaanku ke bidan Ijok karena kondisiku saat itu tengah tak berhijab. Pukul
10.20, sakitnya makin menjadi-jadi, jedahnya sekarang 2menitan. Ibu sudah pulang
dari pasar. Ibu dan Bapak duduk di ruangan administrasi, ibu berkali-kali
menyodorkan aku nasi tapi tak kusentuh, kutolak dengan isyarat, aku akhirnya
baru makan sedikit setelah diberikan barobbo. Ibu lalu memberiku madu. Pukul
10.40, aku mulai doyan ke kamar mandi. Bidan Ilmi menyuruh salah satu mahasiswa
berjaga-jaga di depan kamar mandi. Pukul 10.50, aku mulai bersuara pelan dan
bergumam sakit di depan Abi, Abi memandangiku iba dan mengelus kepalaku. Pukul
11.05 aku meminta Abi untuk memberitahukan bidan Ilmi aku mau di SC saja,
sakitnya sudah tidak tertahankan lagi.
Bidan Ilmi datang dan memintaku di VT dulu
tapi kutolak lagi. Bidan Ilmi lalu memberiku segelas air putih sambil terus
memberiku semangat. pukul 11.10, jam dinding di kamar bersalin terasa berjalan
lambat. Ibu dan Bapak mulai kasak kusuk masuk ke kamar bersalin menanyakan ini
itu tapi kubalas dengan diam. Terlalu sakit untuk berbicara. Aku masih
mempertahankan teknik refleksi pikiranku, sesekali mengelus perut dan bergumam,
nak kapan kamu mau keluar sayang?. 11.15, abi makin sering melafalkan doa-doa
kemudahan persalinan, sesekali aku mengikutinya. 11.20 Bidan Ilmi masuk lagi
dan menawarkan untuk di VT dan kutolak lagi, maafkan aku bidan Ilmi. Pukul 11.25
emosiku mulai mengintip, aku menyuruh abi untuk memijat pundak, setelah itu
pindah lagi ke punggung, setelah itu mulai marah-marah tidak karuan, cakaranku
mulai tak terkontrol. 11.30, aku makin frustasi kenapa si dede belum mau
keluar, berasa ada benda besar yang mau keluar tapi tertahan. Air mataku mulai
menetes, Abi pun makin sering berbicara dengan dede. Aku berusaha memikirkan
yang indah-indah, bagaimana nanti kalo anakku lahir dan mulai bisa bicara,
belajar jalan dan seterusnya, agak sedikit berhasil.
Pukul 11.45 aku masih berjalan mengitari kamar bersalin, terlalu sakit untuk
berbaring di ranjang persalinan. Dua orang mahasiswa mengikuti kami dan
membersihkan rembesan darahku di lantai. Betapa baiknya mereka. 11.50, ada
semacam dorongan besar, kuat mengentak dari dalam. Tiba-tiba aku muntah,
keringatku bercucuran. Aku memberi kode ke Abi untuk memanggil bidan. Segera bidan
Ilmi memasang handscon. dan betapa
kagetnya dia ketika mengetahui pembukaannya lengkap. Subhanallah sudah lengkap,
aku tidak mendengar perkembangan pembukaannya tiba-tiba sudah lengkap (ya
iyalahhh dirimu kagak mau di VT sih neng). “Rambutnya sudah keliatan…telpon
bidan Ijok, siapkan pakaian baby, celemek bla..bla..”. Bidan Ilmi memberikan
istruksi. Aku sempat tersenyum melihat
tingkat para bidan mondar mandir di hadapanku.
Kebetulan bidan Ijo baru pulang
dari pasar dan baru sampai di rumahnya. Ibu menelpon Bapak yang kebetulan
pulang ke rumah saat itu untuk menjemput ibu bidan di rumahnya, hp Bapak silent, ibu bergegas berlari ke rumah. Bidan Ilmi meminta Abi menyiapkan
pakaian baby, Abi sibuk memperbaiki posisiku, aku sudah tidak kuat menggeser
tubuhku lagi, aku mulai berkonsentrasi pada teknik nafas dalam, bidan yang lain
membantu membongkar tas perlengkapan. Bidan Ilmi mengintip jendela kamar
bersalin lalu berseru memanggil dokter bumi (dokter laki-laki) untuk membantu
persalinan. Aku sempat berteriak, “tidak usah…tidak usah…ibu bidan saja yang
pimpin persalinan”. Abi juga masih sempat memenuhi permintaanku dan meminta
dokter bumi yang sudah siap masuk ke kamar bersalin untuk tidak usah membantu. Hehehe
maafkan aku dok.
Entah darimana, tiba-tiba bidan
Ijok sudah menerobos masuk kamar bersalin. Bidan Ilmi segera bertindak sebagai
asistennya, Abi dan dua orang mahasiswa menyokongku. Abi masih komat kamit
berdoa dan aku mengaminkan. Ya Allah…Ya Rabb…Tuhan pemilik semesta, hari itu,
jam itu aku menyerahkan urusan ini padaMu, nyawaku…hidupku…takdirku…sudah
tertulis indah dalam diary ciptaanMu. Pukul 12.05, Bidan Ijok mulai memberi instruksi
padaku tentang posisi dan step-step yang akan dilakukan.
Aku memejamkan mata dan mulai
mengejan. Kutarik nafas dalam-dalam dan kuhembuskan, UFFFHHHH…..1x. “Bagus” puji bidan Ijo.
HUFHHHHH….2x. “Iya….., lagi Tuti”
Aku membuka mata, HUUUUUFFFHHH…3x
dan langsung diikuti oleh tangisan dede.
“Laki-laki” seru bidan Ijok. Secepat
kilat Dede langsung ditaruh di dadaku untuk IMD. Kupandangi wajah malaikat
kecilku, anakku, putraku. “Assalamu’alaikum sayang”. Abi lalu mengazani. Bidan Ijok
tersenyum padaku “Mantap..anak kedua Insha Allah lebih mantap lagi” ujarnya dan
disambut gelak tawa bidan Ilmi. Semuanya berjalan cepat, alhasil pakaian
pertamamu tidak sepasang nak, dan saat itu harusnya kamu tengah memakai topi baby
tapi celana kacamata yang bertengger imut di kepalamu. Pukul 12.10 kamu lahir
nak, bertepatan dengan azan Dzuhur di mesjid.
Alhamdulillah…Alhamdulillah…Trimakasih
atas karuniaMu Ya Rabb
Dua menit berikutnya plasentanya
pun keluar. Bapak dan Ibu berhamburan masuk dan melihat kondisiku. Ibu
menanyakan apakah plasentanya sudah keluar? Dan Bapak menanyakan jenis kelamin
bayinya (Bapak memang tidak diberitahu hasil USG kehamilanku).
Bidan Ijo kemudian memanggil Abi
untuk berdiri tepat di sampingnya ibu bidan.
“Apa lagi ibu bidan?”tanyaku bego.
“Dijahit dulu ya” katanya.
“Sakit itu??”tanyaku lebih bego
lagi. Dari cerita orang-orang katanya dijahit pasca melahirkan itu lebih sakit
ketimbang mengejannya
“Pelan-pelan ibu bidan….”aku memasang muka nano-nano,
takut,cemas, menolak tapi mau tidak mau harus terima etc. membingungkan!!
Bidan Ijok sempat menggodaku. Dengan mencubit
pahaku dan spontan aku berteriak sakit…sakit ibu bidan. Abi ikutan tersenyum. Padahal
proses hecting belum dimulai. Nanti pada
saat bidan Ijok tengah melakukan hecting,
baru bertanya “Sakit tidak?”
“Belum mulai toh ibu bidan”tanyaku.
Abi tersenyum simpul dan menyapu kepalaku
“Iya belum”jawab bidan Ijok
“Mulai saja ibu bidan, saya
pasrah” aku menutup mata sambil membelai rambut Dede. Tapi kali ini dua orang
mahasiswa dan bidan Ilmi malah tertawa
“Sudah selesai” kata bidan Ijok
“Heh”$%#$%#^*
“Ummi hebat”ujar Abi
Rasanya seperti benang layangan
yang bergeser pelan di paha. Selebihnya Alhamdulillah tidak sakit. Aku tersenyum
lebar dan mengusap kepala dede yang masih dalam dekapanku
Menit berikutnya mereka
membersihkan peralatan, mengalasi bokongku dengan pembalut persegi super duper
gede bin lebar. Setelah itu mereka meminta ijin untuk mengambil dede dulu,
diukur berat dan tingginya.
Abi keluar menemui ibu dan bapak.
Belakang aku tau kalau mereka sujud syukur berjamaah di luar. Mereka lalu
menemuiku, menanyakan kondisiku. Aku tersenyum lega. Setengah jam kemudian aku
sudah di kamar. Jalanku sudah kayak bebek, tapi perasaanku plong seketika. Dede
sudah tertidur pulas dalam dekapanku. Dua jam kemudian, Abi sudah sibuk
mengelus sambil ketawa ketiwi tidak jelas memandangi anaknya, aku sibuk
bercerita dengan ibu dan para mahasiswa tentang pengalamanku dalam kamar
bersalin. Puas bercerita dengan ibu dan mahasiswa, aku lalu mengabari sahabat-sahabatku
tentang kabar persalinanaku lewat sosmed. Aku sibuk menerima telpon, balas sms,
dll. Ibu bidan sampai harus mengingatkan untuk istrahat. Aku hanya berbaring
telentang lalu bercakap bertiga dengan Abi dan Dede. Kantuk semalaman entah
menguap kemana. Belakangan aku tau jawabannya, kantukku menguap ke Dede, bayi
mungil itu tertidur pulas. Kami bergantian mengecup keningmu Nak.
Anakku sayang, akhirnya kamu
datang pada kami. Akhirnya kami bisa melihat rupamu. Kamu hadir
di awal
februari, dan memberikan status baru pada kami. Abi…Ummi. Anakku, Abi dan Ummi
sayang dede….
Malam itu kami tidur telat, terlalu
sibuk memandangi wajahmu yang tidak membosankan nak^_^
Anakku trimakasih telah datang
dalam proses yang demikian indah ini.
Trimakasih telah mengubah Kamu dan Aku lalu melengkapkannya menjadi KAMI. keluarga kecil kami
bahkan sarung khusus buatmu pun nda kepake nak #edisiburuburu |
Utyyyyyyyyyyyyyyy,...Slamaaaaaaaaaaatt. Barakallah,.. si Dedek bayi ganteeeng :*
BalasHapusAku baca tulisan ini sambil meeting di kantor. Kemudian air mata menetes gitu aja. Hwaaaaaaa....
Jleb banget nay jdi seorang ibu. Emang bener itu surga d telapak kaki ibu...
HapusJleb banget nay jdi seorang ibu. Emang bener itu surga d telapak kaki ibu...
Hapuswah sudah melahirkan ya, selamat ya. Insya Allah menjadi kebanggaan umi & abi
BalasHapusMkasih informasinya keren sangat bermanfaat
BalasHapusobathipertiroid.utamakansehat.com
obatradangpanggul.utamakansehat.com
obatinsomnia.utamakansehat.com
obatglaukoma.utamakansehat.com
obatnyerisendi.utamakansehat.com
obatleukimia1.utamakansehat.com
obatpenyakittbc.utamakansehat.com
obatkencingmanis.utamakansehat.com
pengobatanamandel.utamakansehat.com
obatnyerisendi.utamakansehat.com/obat-muntaber
obatleukimia1.utamakansehat.com/obat-jamur-kulit
obatradangtenggorokan.utamakansehat.com/obat-encok
pengobatanamandel.utamakansehat.comobatususbuntu.utamakansehat.com/obat-vitiligo