Dan akhirnya aku menulisnya..untukmu..
Bismillahirrahmanirrahim…
Assalamu’alaikum Abu Izz..
Apa kabar?? Kuliat tidurmu
malam ini begitu nyenyak. Harimu melelahkan ya Bi??
2 hari yang lalu aku ada
tugas, sempat aku post ke WAmu kan waktu itu. Malamnya langsung semangat nulis
di laptop. Eh state sampai di salam aja.
Sudah balik kasur jumpa dengan pulau kapuk. Hari ini makin dikejar DL. Si Izz
sudah tidur, makanan buatmu pun sudah kusiapkan boz. Wesss…aku disuruh buat
surat cinta kepadamuh…
Nanti di baca yaa…jangan
ketawa. AWASSSS
sebulan
Sore itu berbaris peluh,
hari terakhir menjelang akhir pekan. Jumat sore, sebelum apel pulang. SMS di hp
dari kamu berderit masuk.
“Assalamu’alaikum, saya
sudah di bandara Sultan Hasanuddin, kapan saya bisa menemui orang tuamu?”
WUAAAAAAHHH…tenggorokanku
seperti tercekik ribuan tangan, mataku melotot. Sekilas balik pada situasi yang
lalu. Ketika aku telah melewati masa-masa istiqharaku dan dengan berani bin
pongah menantangmu mari luruskan niat, kalau emang serius mintalah kepada orang
tuaku??
JLEEB begini rasanya kalau
orang yang nantangin akhirnya balik di tantang. KO
Ini begimane maaak???
TEEENGGGG!!! Apel pulang
berbunyi
Tahukah kamu suamiku,
sepanjang perjalanan pete-pete (sebutan angkot kawasan Makassar) aku mematung,
pandanganku nanar, kosong ke depan. Beruntunglah saya tujuan saya adalah batas
akhir rute si angkot. Jadinya begitu sampai..pak supir bertanya. Turun di
mana??. Ternyata sudah sampai…huhuhu
Sampai rumah, beruntung
pula saya tinggal sendiri di rumah, jadi nga ada yang liat betapa merana nan
anehnya saya saat itu. Pikiran terpecah. Kusangka kau tak akan seberani itu
menerima tantanganku?? Ternyata penilaianku jauh dari batas keberanianmu.
Kusangka kalaupun kau berani, bakal ada proses yang terlewati sehingga
setidaknya memberikan interval nafasku tetap berdequp berirama. Ternyata
penilaianku melenceng. Benar kata Ayah, orang pendiam itu bisa menghanyutkan.
Dia bisa melakukan sesuatu yang berani di luar dugaan kita.
At the point is…Aku belum
pernah sebelumnya menceritakan hal ini pada orang tuaku. Dimana keluargaku
adalah orang biasa saja, tentunya mereka akan heran begitu mendengar akan ada
pemuda yang tidak mereka kenal sebelumnya datang dan bersilatuhrahmi lebih
jauh. Ayah adalah sosok sebenarnya ayah, yang meluaskan seluruh bidang
punggungnya untuk kami anak-anaknya bercerita, Ayah adalah bijak, penyabar dan
paling menjunjung tinggi silaturahmi. Sementara ibu…adalah yang banyak bacot
seperti saya, yang kutakuti dengan buncahan pertanyaan-pertanyaannya disertai
intonasi landai tingginya bukti. Bagaimana caraku menyampaikan maksud
kedatanganmu?? Di tambah lagi, orang tuaku adalah guru, dan kami tinggal bukan
di wilayah perkotaan. Tak sembarangan orang datang bertamu. Ada yang sedikit
aneh dan baru saja, se antero tetangga akan menangkap radar, takutnya info yang
di tangkap beda. Aduh duuhhh bagaimana ini.
Magrib datang, aku besegera
shalat dan menenangkan jiwa. Masih dengan pakaian batikku di hari jumat. Belum
sempat mandi sore. Aku menangis memeluk kitabku. Hingga tangan ini meraih
telpon genggam dan mengirim kabar ke ibu di kampong. Selang beberapa menit
telpon bordering, dari Ibu…Ya Allah…Ya Rabbi. Kusiapkan benteng mentalku, bismillahirahmanirrahim…
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam”
“Siapa yang mau datang”
“Teman”
“Untuk apa”
“Silatuhrahmi..silatuhrahmi..mungkin
lebih dekat”
“YA sudah, mungkin dia
datang membawa rezeki kita tidak tau kan?? Suruh datang saja, tapi jangan sendiri.
Suruh siapa kah disitu yang temani”
“Eh..iya..iya…”
Dan telpon ditutup dengan
salam
Bisa kau bayangkan betapa
gembiranya saya saat itu. Tugasku kelar…pokoknya tugasku kelar. Hei kamu yang
disana yang akan menuju kampong halamanku besok. Selamat berjuang yak wkwkwkwk
Suamiku…
Mungkin begitulah skenario
Allah. Akan selalu indah ketika kita menjalaninya dengan sabar. Tahukah kamu
suamiku. Ketika kau dalam tahap berusaha mengambilku dari Ayahku, saat itu riak
hati ini masih menginginkan yang lain. Aku merindukan orang lain yang sejak
bangku kuliah kukagumi. Yang ketika melihat dirinya, kuaminkan dia untuk jadi
Ayah dari anak-anakku. Dan kau datang mengubah semuanya. Bahkan malam sebelum
hari pernikahan kitapun, mataku masih sembab memikirkan dia. Dia yang tak
seharusnya mengganggu pikiranku.
Aku menerimamu semata
karena dalam istiqharaku jalan untuk menjawab iya selalu saja lembut tak ada
rintangan, hati ini terasa ringan menjawab iya, meski aku mengenal orang lain
yang lebih kukagumi. Aku hanya berusaha percaya pada sang pemilik jagad, bahwa tidak
selamanya yang terbaik menurut kita hamba-hambanya, pun adalah yang terbaik
menurut Allah SWT. Maka seperti jawabanku…bisimillahirrahmanirrahim…mari
luruskan niat.
Sehari setelah pernikahan
kutemukan jawaban untuk membangun cintaku padamu.
Aduhai..ternyata laki-laki
yang dipilihkan Allah untukku sedemikian lembutnya. Kuceritakan kepadamu betapa
aku menyukai dan mengagumi laki-laki itu, tentang janjinya akan menjemputku di
tahun ini bla bla. Ku ulang-ulangi bahwa dia adalah laki-laki smart¸tangguh,
pekerja keras dst, berharap amarahmu memuncah, namun di akhir cerita aku hanya
mendapatkan sebuah kecupan di kening dan pelukan hangat. Kamu tidak marah…sama
sekali tidak marah. Kala itu aku seperti Roro Jongkrang dikutuk menjadi patung.
Hatiku gerimis..sembari bergumam.
Allah sungguh baik..mengirim makhluk sepertimu untuk aku yang serba kekurangan.
Hari-hari pertama
pernikahan, kulalui dengan kamu yang memasak sarapan untukku bukan aku yang
memasakkan untukmu. Kedengaran klise sih untuk pasangan pengantin baru tapi
begitulah adanya kita. Dari kamu aku belajar membersihkan perut ikan, dari kamu
aku belajar masak lauk kuah kepala ikan bersantan, sayur bening yang ternyata
enak ketika ditambahkan kemiri sedikit. Hari-hari pertama kulalui dengan garis
kewarasanku, bahwa aku tidak melakukan apa yang seharusnya seorang istri
perbuat terhadap suami. Aku minta maaf untuk keterbatasanku…
Begitulah adanya,
skenarioNya. Selalu indah dan sejuk terasa. Aku yang dulunya egois,
meledak-ledak, dipertemukan denganmu yang menyejukkan, ibarat api walaupun tak
slalu bisa dipadamkan, tapi barahnya bisa lebih sedikit meredup. Aku yang tak
tau dengan bumbu dapur, sedikit sedikit belajar darimu. Katamu kapastitasmu
hanya sederhana, pun baru mengejar nafas-nafas Islam. Tapi dengan pernikahan ini,
aku bisa bandingkan kemampuanmu jauh lebih matang dariku. Hingga diusia
pernikahan kita yang menjelang 3 tahun ini, aku masih tertatih-tatih untuk
bangun malam hari dan menyisipkan sujud untuk mengadu padaNya, sementara dirimu
seperti sudah distel sendiri hingga bisa
bangun tepat waktu dengan badan ringan.
Terimakasih untukmu
penjagaanmu. Aku masih butuh penjagaan esktrak lewat hal-hal lain yang lebih
indah. Kamu harus lebih gesit menyimpan barang mu agar tidak lupa disimpan
dimana, itu…kerangjang pakaian kotor harus difungsiin juga yak, jangan
dianggurin. Simpan pakaian kotor pada tempatnya. Masih banyak Bi…ntar aku
bisikin sendiri yak..
23.45 Waktu kota Banjarbaru
Dari dia..yang gemar
memandangi wajah tidurmu
Dan kamupun berkata…
Dan plong selesai juga hihih. Tadinya
mau kirim lewat WA tapi berhubung kuota beliau lagi sekarat, maka kucoba
menyodorkan laptop selepas shalat subuh dan memintanya untuk membaca lalu
ngacir pura-pura berbaring, tapi ekspresi wajahnya terekam jelas dalam radius
tempatku. Dan cahaya laptop yang terang sendiri memberi leluasa menilai
tanggapannya. Hahahah kadang senyum-senyum bacanya entah di bagian paragraph mana.
Berkat surat ini seharian ini aku bisa berleha-leha lanjut poin dua dan
seterusnya untuk segera mengumpulkan tugas NHW3. Urusan dapur, serahkan sama
Abu Izz tralalala…. Pekan depan buat kek gini lagi akh, biar bisa cuti
sehari.hohoho
Dia adalah kekuatan (Izz) kita…
Namanya Izz Khafady AL Badar…
Bayi laki-laki yang terlahir
ketika aku berjuang dengan tesisku. Kami selipkan kata Izz (kuat) berharap kamu
adalah anak laki-laki kami yang tangguh. Kamu adalah anak laki-laki pertama
yang terlahir dari rahin Ummi, semoga bisa mengayomi adik-adikmu kelak ketika
Allah masih member kami amanah.
Anakku tipe kinestetik, dan
terlihat sejak usianya 9 bulanan. Ketika usianya 8 bulan dia pertama kali bisa
mengucapkan kata ‘tate’ (kakek), untuk urusan komunikasi perkembangan Izz cukup
baik dibandingkan anak seusianya. Ketika usianya 18 bulan, sudah bisa menjawab
ilmu tauhid meski dengan pelafalan sederhana. Dia anak yang tumbuh dengan
senyumnya yang gemar merekah ketika bertemu orang lain. Dia punya daya ingat
yang baik, bahkan sayapun kerap dibuat terheran.
Dan aku adalah…
Wanita yang terlahir dari sebuah
desa denga lingkungan asri. Terbiasa dengan komunitas social sejak duduk di
bangku kuliah. Dan akhirnya perlahan diberi hidayah berhijab meski masih sangat
butuh siraman rohani untuk memperindah imannya. Saya beruntung terlahir dengan
sebutan ceria, meski sedang dirundung masalah saya bisa menyembunyikan lewat
senyuman. Untuk sebuah perkara yang masih baru, maka saya punya semangat untuk
menjalaninya.
Dan saya adalah…seorang Ibu yang
bisa membuka mata untuk kelemahan anak. Energik ketika menemani si bocah
bermain.
Dan saya adalah bisa bekerja
individu dan tim ( lha kok yang ini kayak nulis CV saja yah hihih). Saya punya kemauan keras sehingga sifat tidak
sabaran kerap mengintip.
Dan keluarga kita berpindah tempat…
Tanah Banua, kota banjarbaru
adalah tempat tinggal kita sampai Allah menakdirkan di sudut bumi mana lagi
kita akan bertapak. Tanah ini berbeda kultur dengan masa dimana saya dan suami
menghabiskan masa kecil, di tanah Sulawesi. Bahasa…adat, makanan dan masih
banyak lagi.
Dan aku menafsirkannya Allah
member kita kesempatan untuk berkenalan dengan saudara kita di belahan pulau
yang lain. Tempat kita untuk belajar lebih saling menguatkan ketika berada jauh
dari sanak saudara sedarah, dan mampu menciptakan zona nyaman meski dengan
sgala hal yang baru dan akan kita pelajari. Aku menafsirkan bahwa Allah
menyebar lading rejeki bukan melulu pada satu tempat, dan keluarga kita
diberikan kesempatan untuk menjemput rejeki itu di tanah ini. Mengikutimu
kesini suamiku membuatku memutuskan untuk resign
dari tempat kerjaku, Allah
menakdirkan bahwa amanah dariNya membutuhkan diriku. Kita adalah dua manusia
yang punya latar belakang berbeda tapi punya komitmen yang sama. Berharap
luka-luka yang mungkin pernah tertoreh dari pengajaran orang tua kita tak terulangi
pada anak kita. Aku dengan status full
time mother akhirnya mengerti bahwa menjadi seorang ibu itu tidak mudah,
ketika dulu masih ada Ibu dan Ayah bantu menjaga sekarang dengan tempat baru
ini aku bisa merasakan seorang ibu yang seutuhnya. Aku bisa membuat masakan
meskipun tak seenak Ibu dan Mamah Sulawesi. Kemanapun
pergi akan selalu bersama, aku masih ingat komitmen kita itu. Semoga kita dan
domisili kita yang sekarang semakin menguatkan kita dan kian bertambah pula eksistensi sebagai hamba Allah SWT. Aamiin
kak, ihiks ...
BalasHapus