Selalu saja ada hikmah di balik sebuah perjalanan ketika kita pergi dan
kembali. Biasanya aku lebih tertarik memandangi aktivitas pengamen jalanan atau
polah anak-anak di luaran angkot, ataupun pembicaraan dan keadaan di dalam
angkot. Tapi hari itu beda, mungkin karena aku pulang ke rumah sendiri dan
tidak bersama teman yang lain, jadinya aku memilih memejamkan mata dan larut
dalam tidur. Bumi Makassar di luar sana mulai macet.
Di tengah asyik masyukku berdamai dengan tidur, tiba-tiba bunyi gaduh
dalam angkot membangunkan tidurku. BRUKKKK!!! Angkot kami menghantam kendaraan
di depannya. Akumasih berusaha menguasai kesadaranku, ketika satu persatu
penumpang loncat dengan nekat. Angkot kami berjalan maju mundur dengan cepat,
kulihat pak sopir memegang setir dengan asal-asalan. Detik berikutnya terdengar
erangan keras dari Pak Sopir. Ada yang tidak beres, aku pun ikut bermanuver ria
lompat ke jalan. Jalanan macet seketika. Setelah berdiri di pinggir jalan aku
baru sadar, kalau pak sopirnya terkena serangan epilepsy. Beberapa ibu Perawat,
yang juga penumpang angkot tadi membenarkan.
“Kenapa dia jadi
sopir kalau dia epilepsy?”celetuk Ibu Perawat yang dari ceritanya, kutau beliau
adalah seorang perawat di ruang ICU (Intensive Care Unit)
Aku tersenyum, dan
kembali menghampiri keramaian di dekat angkot.
“Bagaimana
Pak?”tanyaku pada seorang bapak yang berusaha memingkirkan angkot. Pak Sopir
sudah tidur telentang di jok depan, mulutnya berbusa. Beberapa orang tampak
bisik-bisik lalu menjauh, bahkan seorang Ibu melarang anaknya mendekat.
“Memang penyakitnya
si gondrong (pak sopirnya memang gondrong) begini dek” Aku mengangguk dan
tersenyum ke Bapak itu.
Yaaaahhh…, itu
adalah sebuah konsekuensi dan asumsi masyarakat umum tentang epilepsy. Karena
aku juga mahasiswa keperawatan, jadi begitu melihat kondisi Pak sopir aku tidak
langsung lari terbirit-birit seperti yang penumpang lain lakukan. Kondisi
serupa kadang aku jumpai di rumah sakit. Epilepsi ditandai dengan serangan kejang,
terjadi akibat lepasnya muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu neuron.
Tetapi bisa juga disebabkan kondisi patologik tertentu misalnya perubahan
keseimbangan asam dan basa atau elektrolit. Insiden penyakit epilepsy biasanya
berada pada periode awal pertumbuhan dan kembali memuncak pada usia setelah 60
tahun. Penyakit ini menjadi salah satu momok dan
kekurangan tersendiri bagi penderita. Tak ayal para penderita epilepsy
dikucilkan dan ditakuti. Padahal, epilepsi bukan termasuk
penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu
klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Tanggal
26 Maret lalu adalah hari epilepsy sedunia. Lebih dikenal dengan sebutan World Purple Day. Kenapa ungu???.Ungu, warna kesederhanaan Ungu adalah warna kesederhanaan dan mengukur.
Warna ungu memiliki efek menguntungkan pada sistem kekebalan tubuh. Hal ini
diindikasikan untuk mengobati insomnia, rematik, linu panggul, epilepsi,
meningitis, neurosis. World Purple
Day merupakan sebuah gerakan internasional untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dunia terhadap epilepsi. World
Purple Day pertama kali diselenggarakan pada 2008 di Kanada. Asal muasal
warna ungu pada hari epilepsy sebenarnya berasal dari warna bunga lavender. Lavender
memiliki arti kesendirian yang sangat mewakili perasaan para penyandang
epilepsi. Mereka merasa terisolasi karena epilepsi. Oleh karena itu, warna ungu
dari lavender dipilih sebagai lambang internasional untuk epilepsy.
Peringatan World Purple Day bertujuan untuk
menghimbau Pemerintah dan masyarakat untuk memberikan dukungan pada penderita
epilepsy, bukan aktualisasi diri dari penderita epilepsy. Karena memang mereka
ada, hanya saja stigma negative di kalangan masyarakat perlu di dudukkan
kembali ke ranah positif. Tentunya Pemerintah punya andil. Pentingnya
penyebaran informasi yang luas pada masyarakat.
Pak Sopir dan cemooh orang disekitar
menyadarkanku tentang keberadaan mereka. Pernyataan tentang mereka tidak boleh
jadi sopir atau apa sebenarnya salah. Menurutku, setiap orang berhak menjadi
dan menjadi. Ketika pak sopir berkeinginan menjadi seorang sopir, maka tidak
ada yang berhak menghalanginya, semasih itu adalah sebuah pekerjaan yang halal.
Epilepsi adalah penyakit bukan untuk dicemooh. Ketika dia mengetahui
penanggulangannya maka tidak ada kata tidak untuk menjadi yang lebih baik.
Percaya tidak percaya. aku punya seorang dosen yang aktif banget, yang aku kagumi dan beliau pernah bercerita di depan kelas bahwa dia dulunya penderita epilepsi. sempat merasa minder, hingga mind set nya kemudian berubah. beliau sekarang malah baru saja menyelesaikan studinya di luar negeri, hidupnya baik-baik saja. Orangnya energik. Kami memanggilnya Kak Aya, bahkan beliau sempat menjadi pembimbingku ketika menyusun skripsi.
Untuk para penderita epilepsy di luar sana, jangan berhenti bermimpi. Jangan berjalan di tempat ketika yang lain mengucilkan kalian, toh kita semua adalah sama. Dan semuanya berpotensi untuk sakit. Hanya saja Allah membagikannya sesuai dengan yang tertulis di diarynya. Hari ini indah, ketika tak ada yang konsentrasi pada keluhan, semuanya bisa bahagia jika hidup berdampingan secara damai.
Untuk para penderita epilepsy di luar sana, jangan berhenti bermimpi. Jangan berjalan di tempat ketika yang lain mengucilkan kalian, toh kita semua adalah sama. Dan semuanya berpotensi untuk sakit. Hanya saja Allah membagikannya sesuai dengan yang tertulis di diarynya. Hari ini indah, ketika tak ada yang konsentrasi pada keluhan, semuanya bisa bahagia jika hidup berdampingan secara damai.
Aku melanjutkan separuh
perjalananku dengan angkot lain. Sekitar 5 menit kemudian, perjalanan kami
terhenti lagi dengan arak-arakan jenazah. Aku menyambungkan dua kejadian tadi,
membiarkan berseliweran saling berkenalan di pikiranku. Lepas bercengrama. Ya
kembali pada ujung pangkal kehidupan, kita semua akan berakhir bersama tanah. Kenapa
harus bangga dengan badan, toh kita tercipta dari beragam takdir dan jalan
hidup. Mari jalani hidup dengan sebaik-baiknya pada ketentuan indahnya Islam.
Sesuai apa yang Rabb perintahkan dalam surat cintaNya yang terindah, Al Qur’an.
Mari belajar menjadi sebaik-baiknya diri untuk dunia dan akhirat. Untuk
saudaraku penderita epilepsi di berbagai belahan dunia, mari kembangkan senyum
karena hidup tidak untuk di ratapi. Mari kembangkan sayap karena hidup memang
untuk dijalani. SMANGAT^^
Ketika titik-titik indah dipilihkan Rabb untukmu berpijak
Maka setidaknya, mari belajar untuk memetik hikmah
Karena sesungguhnya hidup adalah sbuah tamasya perjalanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar