Selasa, 30 April 2013

Nonton Bareng Recto Verso ala IIDN



Recto verso adalah salah satu karya Dee yang lagi-lagi difilmkan. Tapi uniknya, buku yang terdiri dari 11 kisah ini difilmkan dan disutradarai para selebritis tanah air. Mereka mengusung 5 cerita dari 11 kisah yang disadur dari novel Recto Verso.  Diantaranya adalah; Malaikat Juga Tahu (Angel Knows)_Marcella Zalianty, Firasat (Premonition)_Rache Maryam, Cicak di Dinding (Lizard on the Wall)_Cathy Sharon, Hanya Isyarat  (It's Only a Sign)_Happy Salma, Curhat buat Sahabat  (Stories for My Best Friend)_Olga Lidya.

Dari sini, aku bisa merasakan bahwa ternyata ada perbedaan antara membaca bukunya terlebih dahulu lalu kemudian menonton filmnya. Atau sebaliknya, menonton filmnya dulu baru kemudian membacanya. Nagh, hal yang kerap aku lakukan adalah yang pertama, baca lalu nonton. Tapi untuk buku recto verso ini beda. Aku menonton filmnya dulu baru baca bukunya, hehehhe. Dan ujung-ujungnya aku merasakan sedikit banyaknya kediktatoran para penulis dan sutradara masuk ke kepalaku. Aku sadar, ketika membaca maka kita berhak untuk menafsirkan dan menjadi sutradara sendiri untuk setiap ceritanya.

Malaikat juga tahu….
Abang (Lukman Sardi) sosok pria yang beda dari pada umumnya. Abang menderita autism, dan tidak semua orang mau dan bisa mengerti Abang. Selain bunda (Ibu abang), adalah Leia (Prisia Nasution), mahasiswi yang nge-kos di rumah Abang. Perempuan yang bisa berkomunikasi lama dengan Abang.  
Abang akan mengaung jika tumpukan sabunnya yang 100 buah itu hilang atau bertambah. Menurutnya, 100 buah sabun di kamarnya itu adalah sebuah eksistensial dan mutlak untuknya. Jika ada yang mengurangi dan menambah maka itu adalah sesuatu yang tidak wajar menurut Abang. Hanya Leia yang bisa meredam emosinya dan kerap mengajak Abang bercerita di halaman belakang. Leia akan bercerita panjang lebar, semenatara Abang cukup mendengar dan sesekali menunjuk bintang-bintang di langit. Sampai suatu ketika, adik Abang datang dari luar negeri. Pertemuan Han (adik Abang) dan Leia, ternyata menumbuhkan benih cinta di antara mereka. Bagi Leia, Abang adalah teman curhatnya. Bagi Abang, Leia adalah wanita yang bisa mengerti dia, tak ada yang tau seberapa besar cinta Abang ke Leia, tapi seorang bunda tahu segala hal tentang anaknya.
Perempuan muda itu benar. Diriya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. bukan baginya. cintanya tak cukup waktu untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada kompetisi di sini. ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya...


Firasat…
Sebuah klub, dimana setiap minggunya para anggotanya berkumpul dan berbagi cerita berbagai pertanda. Senja (Asmirandah) bergabung di klub itu sudah setahun lamanya. Alasan Senja, yang pada dasarnya punya sifat gampang bosan itu adalah si leader klub, Panca (Dwi Sasono). Panca dan Senja adalah sebaya, tapi selalu ada alasan membuat Panca menjadi seorang yang dihormati, walaupun notabenenya beberapa anggota klub adalah orang yang lebih tua dari Panca. Mereka jarang bertukar sapa, hanya ngobrol pada saat kelas berlangsung. Senja tipekal pendiam, sementara Panca terlampau kharismatik untuk membuka obrolan lebih sering padanya. Mereka saling menyukai,  meski tak terlisankan, hanya tertuang dari perhatian dan sikap. Rasa tak cukup membuat orang mengakui segalanya. Begitulah mereka. Hingga suatu ketika, Senja mendapat sebuah firasat. Seseorang akan meninggal…begitu gumamnya. Di saat yang bersamaan, Panca pamit pulang ke rumahnya. Sebuah perjalanan pulang tentu membuat Senja khawatir. Senja ingin memberitahukan firasatnya. Apakah benar firasatnya itu untuk Panca??? Sebuah ending yang mengharukan, ketika firasat itu justru berlaku padanya. Senja meninggal, ketika ia berusaha mengejar Panca.
 Namun di sana aku malah jatuh hati. dan waktu tetap kaku dan hidup tetap tak mau tahu. Ia tetap saja pergi, tak kembali. dan aku tetap saja diberi tahu. tepat saat hatiku tertambat. Bahkan firasat ini tak sanggup menyelamatkannya, tak juga firasatnya, mata ketiganya, ari-ari dua lapisnya


Cicak di Dinding
Mengambil filosofi  seperti cicak. Menempel dan berdecak. Itu adalah sebuah proses jatuh cinta antara Saras (Sophia Latjuba) dan Taja (Yama Carlos). Mereka bertemu secara kebetulan, kepribadian yang sangat berbeda ternyata membuat mereka saling melengkapi. Taja, seorang pelukis muda yang lugu, dan Saras seorang perempuan yang penuh semangat dan paham benar tentang kehidupan metropolitan. Pertemuan singkat tapi membekas dan akhirnya membuat mereka kembali fokus pada kehidupan masing-masing.
Enam tahun kemudian, mereka dipertemukan kembali. Tapi dalam situasi yang sangat berbeda. Saras adalah tunangan dari sahabat sekaligus senior Taja. Pertemuan ini mengharuskan mereka membangun pertemanan. Tapi tidak bisa Saras pungkiri, cintanya masih seperti dahulu, masih seperti cicak di dinding.
Perempuan itu mematung di tengah ruangan. akalnya mencerna menit-menit terakhir yang telah mengobrak abrik hatinya menjadi tempat asing. Langkah kakinya gamang mencari hatinya yang lama, yang tadi mengendap masuk ke ruangan tanpa mengharapkan apa-apa selain menontoni sebuah upacara peresmian


Curhat buat Sahabat
Amanda (Acha Septriasa), seorang mahasiswi dan Reggie (Indra Birowo) seorang pemilik toko ATK di kampus. Mereka berdua bersahabat. Reggie hadir sebagai pendengar sejati, penyabar dan selalu siap hadir untuk Amanda. Apapun akan Reggie lakukan untuk sahabatnya itu. Termasuk, berhujan-hujan ria di jam setengah dua belas malam hanya untuk membelikan obat buat Amanda lalu menungguinya hingga pagi tanpa peduli dengan virus influenza yang menyerang dengan pakaian basahnya yang tak diganti. Reggie akan bertahan duduk berlama-lama hanya mendengar tangis curhat dari Amanda. Bagi Amanda, Reggie adalah sahabat sejatinya, dan dia sangat beruntung memiliki sahabat sehebat Reggie. Amanda kerap bercerita tentang pria-pria yang kerap membuatnya menderita.  Ketika Amanda menyadari ksebuah ketulusan itu, Reggie malah sudah mencoba menerima kenyataan. Bahwa dirinya sudah terlalu tua unutk memaknai sebuah cinta
Untuk diam, duduk di tempatku. Menanti seseorang yang biasa saja. Segelas air di tangannya kala kuterbaring sakit. Menentang malam, tanpa bimbang lagi. Demi satu dewi yang lelah bermimpi. Dan berl berbisik:"Selamat tidur, tak perlu bermimpi bersamaku...". Wahai Tuhan, jangan bilang lagi itu terlalu tinggi...

Hanya Isyarat
Lima orang backpacker, yang hanya berkomunikasi lewat dunia maya lalu berjanji melepas penat di hari libur di sebuah restaurant mini di tepi pantai. Tano, Dali, Bayu dan Raga langsung terlihat akrab, berbeda dengan Al. Pertemuan itu menjadikannya sebuah latar di bar, diam dan memandangi. Diam-diam, Al jatuh hati pada Raga.
Malam itu mereka membuat sebuah permainan kecil. Pemenangnya akan berhak meminta apapun pada yang lain. Mereka mulai mengadu cerita. Moment dimana, akhirnya Al bisa bersentuhan lutut dengan Raga, hal dimana Al merasa ingin masuk menyusup ke celah kulit lututnya dan menjadi sebagian dari jiwanya. Saat Raga menceritakan kisahnya, Al semakin terpukul.
Meskipun Al keluar sebagai pemenang, namun Al semakin terseret pada daya tarik Raga, lelaki yang mungkin tak akan pernah ia miliki selamanya karena sebuah rahasia besar dalam diri Raga. Al cukup merasa puas dengan tahu warna matanya. Cinta seperti itu, tak lebih….
Ia kembali menjadi sebentuk punggung yang sanggup kuhayati, yang kuisyaratkan halus melalui udara, langitt.., sinar bulan atau gelembung bir. matanya cokelat...Itu sudah lebih dari cukup. Itulah saja cara yang bisa untuk menghayatimu...


Aku paling suka dengan cerita MALAIKAT JUGA TAHU dan HANYA ISYARAT. Bravo buat mbak Marcella dan mbak Happy Salma. Sayangnya film Recto Verso cepat sekali turun layar, di Makassar tidak cukup seminggu film ini menghiasi layar gede di TO. Beberapa sohibku bertanya-tanya tentang filmnya, dan aku beruntung bisa menontonnya.

Ada kisah unik dari nobar Recto verso. Saya beruntung dapat tiket gratis karena komunitas kami (IIDN) mendapat 10 tiket undangan nobar. Dan ditambah lagi, ternyata mereka menyiapkan snack, kaos, doorprice etc untuk para undangan. WOWW!!!!! walaupun ujung-ujungnya saya harus melawan rasa takut jalan sendirian dari pintu satu Unhas ke kosan temen^_^

Mbak Olga n Mbak Marcella hadir juga lho

Para teteh2 di IIDN^_^

Selasa, 09 April 2013

Epilepsi, salahkah???

Selalu saja ada hikmah di balik sebuah perjalanan ketika kita pergi dan kembali. Biasanya aku lebih tertarik memandangi aktivitas pengamen jalanan atau polah anak-anak di luaran angkot, ataupun pembicaraan dan keadaan di dalam angkot. Tapi hari itu beda, mungkin karena aku pulang ke rumah sendiri dan tidak bersama teman yang lain, jadinya aku memilih memejamkan mata dan larut dalam tidur. Bumi Makassar di luar sana mulai macet.

Di tengah asyik masyukku berdamai dengan tidur, tiba-tiba bunyi gaduh dalam angkot membangunkan tidurku. BRUKKKK!!! Angkot kami menghantam kendaraan di depannya. Akumasih berusaha menguasai kesadaranku, ketika satu persatu penumpang loncat dengan nekat. Angkot kami berjalan maju mundur dengan cepat, kulihat pak sopir memegang setir dengan asal-asalan. Detik berikutnya terdengar erangan keras dari Pak Sopir. Ada yang tidak beres, aku pun ikut bermanuver ria lompat ke jalan. Jalanan macet seketika. Setelah berdiri di pinggir jalan aku baru sadar, kalau pak sopirnya terkena serangan epilepsy. Beberapa ibu Perawat, yang juga penumpang angkot tadi membenarkan.

       “Kenapa dia jadi sopir kalau dia epilepsy?”celetuk Ibu Perawat yang dari ceritanya, kutau beliau adalah seorang perawat di ruang ICU (Intensive Care Unit)
               Aku tersenyum, dan kembali menghampiri keramaian di dekat angkot.
         “Bagaimana Pak?”tanyaku pada seorang bapak yang berusaha memingkirkan angkot. Pak Sopir sudah tidur telentang di jok depan, mulutnya berbusa. Beberapa orang tampak bisik-bisik lalu menjauh, bahkan seorang Ibu melarang anaknya mendekat.
        “Memang penyakitnya si gondrong (pak sopirnya memang gondrong) begini dek” Aku mengangguk dan tersenyum ke Bapak itu.
 
Yaaaahhh…, itu adalah sebuah konsekuensi dan asumsi masyarakat umum tentang epilepsy. Karena aku juga mahasiswa keperawatan, jadi begitu melihat kondisi Pak sopir aku tidak langsung lari terbirit-birit seperti yang penumpang lain lakukan. Kondisi serupa kadang aku jumpai di rumah sakit. Epilepsi ditandai dengan serangan kejang, terjadi akibat lepasnya muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu neuron. Tetapi bisa juga disebabkan kondisi patologik tertentu misalnya perubahan keseimbangan asam dan basa atau elektrolit. Insiden penyakit epilepsy biasanya berada pada periode awal pertumbuhan dan kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Penyakit ini menjadi salah satu momok dan kekurangan tersendiri bagi penderita. Tak ayal para penderita epilepsy dikucilkan dan ditakuti. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.


si ungu lavender
Tanggal 26 Maret lalu adalah hari epilepsy sedunia. Lebih dikenal dengan sebutan World Purple Day. Kenapa ungu???.Ungu, warna kesederhanaan Ungu adalah warna kesederhanaan dan mengukur. Warna ungu memiliki efek menguntungkan pada sistem kekebalan tubuh. Hal ini diindikasikan untuk mengobati insomnia, rematik, linu panggul, epilepsi, meningitis, neurosis. World Purple Day merupakan sebuah gerakan internasional untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia terhadap epilepsi. World Purple Day pertama kali diselenggarakan pada 2008 di Kanada. Asal muasal warna ungu pada hari epilepsy sebenarnya berasal dari warna bunga lavender. Lavender memiliki arti kesendirian yang sangat mewakili perasaan para penyandang epilepsi. Mereka merasa terisolasi karena epilepsi. Oleh karena itu, warna ungu dari lavender dipilih sebagai lambang internasional untuk epilepsy.

Peringatan World Purple Day bertujuan untuk menghimbau Pemerintah dan masyarakat untuk memberikan dukungan pada penderita epilepsy, bukan aktualisasi diri dari penderita epilepsy. Karena memang mereka ada, hanya saja stigma negative di kalangan masyarakat perlu di dudukkan kembali ke ranah positif. Tentunya Pemerintah punya andil. Pentingnya penyebaran informasi yang luas pada masyarakat. 
 
Pak Sopir dan cemooh orang disekitar menyadarkanku tentang keberadaan mereka. Pernyataan tentang mereka tidak boleh jadi sopir atau apa sebenarnya salah. Menurutku, setiap orang berhak menjadi dan menjadi. Ketika pak sopir berkeinginan menjadi seorang sopir, maka tidak ada yang berhak menghalanginya, semasih itu adalah sebuah pekerjaan yang halal. Epilepsi adalah penyakit bukan untuk dicemooh. Ketika dia mengetahui penanggulangannya maka tidak ada kata tidak untuk menjadi yang lebih baik.

Percaya tidak percaya. aku punya seorang dosen yang aktif banget, yang aku kagumi dan beliau pernah bercerita di depan kelas bahwa dia dulunya penderita epilepsi. sempat merasa minder, hingga mind set nya kemudian berubah. beliau sekarang malah baru saja menyelesaikan studinya di luar negeri, hidupnya baik-baik saja. Orangnya energik. Kami memanggilnya Kak Aya, bahkan beliau sempat menjadi pembimbingku ketika menyusun skripsi. 

Untuk para penderita epilepsy di luar sana, jangan berhenti bermimpi. Jangan berjalan di tempat ketika yang lain mengucilkan kalian, toh kita semua adalah sama. Dan semuanya berpotensi untuk sakit. Hanya saja Allah membagikannya sesuai dengan yang tertulis di diarynya. Hari ini indah, ketika tak ada yang konsentrasi pada keluhan, semuanya bisa bahagia jika hidup berdampingan secara damai.

Aku melanjutkan separuh perjalananku dengan angkot lain. Sekitar 5 menit kemudian, perjalanan kami terhenti lagi dengan arak-arakan jenazah. Aku menyambungkan dua kejadian tadi, membiarkan berseliweran saling berkenalan di pikiranku. Lepas bercengrama. Ya kembali pada ujung pangkal kehidupan, kita semua akan berakhir bersama tanah. Kenapa harus bangga dengan badan, toh kita tercipta dari beragam takdir dan jalan hidup. Mari jalani hidup dengan sebaik-baiknya pada ketentuan indahnya Islam. Sesuai apa yang Rabb perintahkan dalam surat cintaNya yang terindah, Al Qur’an. Mari belajar menjadi sebaik-baiknya diri untuk dunia dan akhirat. Untuk saudaraku penderita epilepsi di berbagai belahan dunia, mari kembangkan senyum karena hidup tidak untuk di ratapi. Mari kembangkan sayap karena hidup memang untuk dijalani. SMANGAT^^

Ketika titik-titik indah dipilihkan Rabb untukmu berpijak
Maka setidaknya, mari belajar untuk memetik hikmah
Karena sesungguhnya hidup adalah sbuah tamasya perjalanan 

gonta ganti profesi^^



Senin bersahaja…senin menyibukkan, atau pengaruh karena kita baru saja menyelesaikan weekend??. Senin datang dengan guyuran hujan yang berlomba dengan azan subuh. Setia meresap ke tanah menjelang senja. Aku tertahan lama di rumah karena derasnya hujan dan akhirnya….slamat berjabat tangan macet. Hari ini aku menjalani rutinitasku seperti biasanya…

Namun hari ini juga aku bisa menjelma jadi apa saja. Perjalanan pulang ke rumah. Sekitar pukul dua siang waktu Makassar, perutku keroncongan minta diisi. Akhirnya aku memutuskan untuk makan, menu yang aku pilih adalah bakso. Tapi aku sempat melihat warung bakso itu menjual jalangkote. Tapi karena pelanggannya lagi rame, maklum hujan-hujan begini enak banget makan bakso. Tapi karena akunya juga ngebet banget makan jalangkote, akhirnya aku menawarkan diri buat menggoreng. Hihihihi saying mbaknya semua sibuk jadi aku nda tega buat minta tolong mengabadikan profesiku itu.

Perut kenyang, senyum oke, dan hujan masih setia menemani. Kunjungan selanjutnya adalah tukang jahit. Hari ini adalah acara capping day Akper Anging Mamiri, dan seminggu sebelumnya kami sudah dibagikan kain batik untuk dipakai di hari H. Aku menghitung-hitung estimasi waktu, mampir di tukang jahit dan siap-siap untuk gladi pukul lima sore. Dan semesta pun menyambut pilu, si ibu tukang jahit ternyata amnesia dengan orderanku. Dia melupakan jahitanku pemirsa…ckckckck penonton kuciwa. Aku hampir menangis besar waktu itu, tapi aku malah senyum dan balik menantang ibu, ayo bu kita kerja sama-sama. Si Ibu memandangiku takjub, seperti anak-anak yang tengah menonton film kesukaannya. 

“Ibu yang gambar pola, aku yang gunting, aku kerja pinggirannya lalu ibu yang menjahit”
Tepat sejam bajuku akhirnya siap pakai, walaupun kebesaran..tapi yah nda ada gunanya mengeluh. Waktu menunjukkan sepuluh menit menuju jam lima, ketika aku terbirit-birit menuju rumah sambil menenteng plastic hitam berisi baju batik jahitanku sendiri berduet sama ibu tukang jahit.
Mandi srek srek srek, setrika jilbab srek srek srek, pakaian dan GO. Aku sampai di gedung graha pena tepat pukul enam. Menjelang magrib dan Alhamdulillah gladinya molor, akh makasih Rabb.
Pukul setengah delapan, acara di mulai. Aku antusias banget. Sampai akhirnya rela jadi fotografer, biasanya aku narsis bin gifo, tapi penyakitku tidak kumat malam itu. 
akhirnya nyampe juga graha pena^^
ceki ceki di meja registrasi
Paduan suara Akper anging mamiri
moment yang paling kusuka^_^
Lilin...lilin.. #cahaya
Istrahat...ada tariannya juga lho
salam-salaman

Suasana capping day AAM
Minta di potoin di ending acara #Lelah letih lesu
Hari yang melelahkan, penjual gorengan-tukang jahit-motret. Sungguh ‘sesuatu’. Makasih Rabb untuk nikmat kesehatan^^