Selasa, 09 April 2013

Epilepsi, salahkah???

Selalu saja ada hikmah di balik sebuah perjalanan ketika kita pergi dan kembali. Biasanya aku lebih tertarik memandangi aktivitas pengamen jalanan atau polah anak-anak di luaran angkot, ataupun pembicaraan dan keadaan di dalam angkot. Tapi hari itu beda, mungkin karena aku pulang ke rumah sendiri dan tidak bersama teman yang lain, jadinya aku memilih memejamkan mata dan larut dalam tidur. Bumi Makassar di luar sana mulai macet.

Di tengah asyik masyukku berdamai dengan tidur, tiba-tiba bunyi gaduh dalam angkot membangunkan tidurku. BRUKKKK!!! Angkot kami menghantam kendaraan di depannya. Akumasih berusaha menguasai kesadaranku, ketika satu persatu penumpang loncat dengan nekat. Angkot kami berjalan maju mundur dengan cepat, kulihat pak sopir memegang setir dengan asal-asalan. Detik berikutnya terdengar erangan keras dari Pak Sopir. Ada yang tidak beres, aku pun ikut bermanuver ria lompat ke jalan. Jalanan macet seketika. Setelah berdiri di pinggir jalan aku baru sadar, kalau pak sopirnya terkena serangan epilepsy. Beberapa ibu Perawat, yang juga penumpang angkot tadi membenarkan.

       “Kenapa dia jadi sopir kalau dia epilepsy?”celetuk Ibu Perawat yang dari ceritanya, kutau beliau adalah seorang perawat di ruang ICU (Intensive Care Unit)
               Aku tersenyum, dan kembali menghampiri keramaian di dekat angkot.
         “Bagaimana Pak?”tanyaku pada seorang bapak yang berusaha memingkirkan angkot. Pak Sopir sudah tidur telentang di jok depan, mulutnya berbusa. Beberapa orang tampak bisik-bisik lalu menjauh, bahkan seorang Ibu melarang anaknya mendekat.
        “Memang penyakitnya si gondrong (pak sopirnya memang gondrong) begini dek” Aku mengangguk dan tersenyum ke Bapak itu.
 
Yaaaahhh…, itu adalah sebuah konsekuensi dan asumsi masyarakat umum tentang epilepsy. Karena aku juga mahasiswa keperawatan, jadi begitu melihat kondisi Pak sopir aku tidak langsung lari terbirit-birit seperti yang penumpang lain lakukan. Kondisi serupa kadang aku jumpai di rumah sakit. Epilepsi ditandai dengan serangan kejang, terjadi akibat lepasnya muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu neuron. Tetapi bisa juga disebabkan kondisi patologik tertentu misalnya perubahan keseimbangan asam dan basa atau elektrolit. Insiden penyakit epilepsy biasanya berada pada periode awal pertumbuhan dan kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Penyakit ini menjadi salah satu momok dan kekurangan tersendiri bagi penderita. Tak ayal para penderita epilepsy dikucilkan dan ditakuti. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.


si ungu lavender
Tanggal 26 Maret lalu adalah hari epilepsy sedunia. Lebih dikenal dengan sebutan World Purple Day. Kenapa ungu???.Ungu, warna kesederhanaan Ungu adalah warna kesederhanaan dan mengukur. Warna ungu memiliki efek menguntungkan pada sistem kekebalan tubuh. Hal ini diindikasikan untuk mengobati insomnia, rematik, linu panggul, epilepsi, meningitis, neurosis. World Purple Day merupakan sebuah gerakan internasional untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia terhadap epilepsi. World Purple Day pertama kali diselenggarakan pada 2008 di Kanada. Asal muasal warna ungu pada hari epilepsy sebenarnya berasal dari warna bunga lavender. Lavender memiliki arti kesendirian yang sangat mewakili perasaan para penyandang epilepsi. Mereka merasa terisolasi karena epilepsi. Oleh karena itu, warna ungu dari lavender dipilih sebagai lambang internasional untuk epilepsy.

Peringatan World Purple Day bertujuan untuk menghimbau Pemerintah dan masyarakat untuk memberikan dukungan pada penderita epilepsy, bukan aktualisasi diri dari penderita epilepsy. Karena memang mereka ada, hanya saja stigma negative di kalangan masyarakat perlu di dudukkan kembali ke ranah positif. Tentunya Pemerintah punya andil. Pentingnya penyebaran informasi yang luas pada masyarakat. 
 
Pak Sopir dan cemooh orang disekitar menyadarkanku tentang keberadaan mereka. Pernyataan tentang mereka tidak boleh jadi sopir atau apa sebenarnya salah. Menurutku, setiap orang berhak menjadi dan menjadi. Ketika pak sopir berkeinginan menjadi seorang sopir, maka tidak ada yang berhak menghalanginya, semasih itu adalah sebuah pekerjaan yang halal. Epilepsi adalah penyakit bukan untuk dicemooh. Ketika dia mengetahui penanggulangannya maka tidak ada kata tidak untuk menjadi yang lebih baik.

Percaya tidak percaya. aku punya seorang dosen yang aktif banget, yang aku kagumi dan beliau pernah bercerita di depan kelas bahwa dia dulunya penderita epilepsi. sempat merasa minder, hingga mind set nya kemudian berubah. beliau sekarang malah baru saja menyelesaikan studinya di luar negeri, hidupnya baik-baik saja. Orangnya energik. Kami memanggilnya Kak Aya, bahkan beliau sempat menjadi pembimbingku ketika menyusun skripsi. 

Untuk para penderita epilepsy di luar sana, jangan berhenti bermimpi. Jangan berjalan di tempat ketika yang lain mengucilkan kalian, toh kita semua adalah sama. Dan semuanya berpotensi untuk sakit. Hanya saja Allah membagikannya sesuai dengan yang tertulis di diarynya. Hari ini indah, ketika tak ada yang konsentrasi pada keluhan, semuanya bisa bahagia jika hidup berdampingan secara damai.

Aku melanjutkan separuh perjalananku dengan angkot lain. Sekitar 5 menit kemudian, perjalanan kami terhenti lagi dengan arak-arakan jenazah. Aku menyambungkan dua kejadian tadi, membiarkan berseliweran saling berkenalan di pikiranku. Lepas bercengrama. Ya kembali pada ujung pangkal kehidupan, kita semua akan berakhir bersama tanah. Kenapa harus bangga dengan badan, toh kita tercipta dari beragam takdir dan jalan hidup. Mari jalani hidup dengan sebaik-baiknya pada ketentuan indahnya Islam. Sesuai apa yang Rabb perintahkan dalam surat cintaNya yang terindah, Al Qur’an. Mari belajar menjadi sebaik-baiknya diri untuk dunia dan akhirat. Untuk saudaraku penderita epilepsi di berbagai belahan dunia, mari kembangkan senyum karena hidup tidak untuk di ratapi. Mari kembangkan sayap karena hidup memang untuk dijalani. SMANGAT^^

Ketika titik-titik indah dipilihkan Rabb untukmu berpijak
Maka setidaknya, mari belajar untuk memetik hikmah
Karena sesungguhnya hidup adalah sbuah tamasya perjalanan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar