Rabu, 23 November 2016

Belajar menjadi manager yang handal

Bismillahirrahmanirrahim…
Here we go to NHW 6. Dan sampai detik ini saya belum pernah jumpa-jumpa dengan ibu-ibu keren di IIP Region Kalimantan, stelah minggu lalu tercancel meet bareng mba Erie. Semoga Jum’at esok bisa ketemu ya mak.
 A. Kegiatan yang paling penting
      1. Beribadah
      2. Memasak untuk suami
      3. Merawat anak
B. Kegiatan yang paling tidak penting
  1. Melayani teman-teman yang kepengen ngerumpi via telpon ataupun social media
  2. Main game
  3. Nonton video youtube

 . Waktu saya habis untuk kegiatan melayani curhatan teman bahkan yang terkadang menurut saya sendiri tidak penting tetapi sulit menolak atau dalam artian saya nga tega dan tidak tahu bagaimana caranya menSTOP tangga nada curhatan. Kegiatan ini bahkan tanpa sadar saya selesaikan ketika harusnya saya beberes rumah mumpung si kecil sedang tidur siang. Nonton TV sangat jarang bahkan bisa hitungan menit dalam seminggu, tetapi saya kerap menonton video youtube. Entah itu lagu-lagu balad, video mengaji, pokoknya video campur sari. Selebihnya saya gunakan main game. Tapi hampir sebagian besar waktu saya, saya habiskan menemani anak saya bermain. Sampai-sampai nga bisa saya kasih patron bahwa sekian jam saya menemani. karena dia akan rewel ketika saya berada jauh atau anak saya tidak melihat saya. Nagh point yang ini terkadang berasa pangling karena saya harus memasak dan tidak dibolehkan oleh anak. Ada yang mengalami seperti saya??curhat donk
3.      
      Bila di cek di NHW sebelumnya, mungkin telah bisa dikategori ada kesesuaian walaupun tidak 100%. Dan pada posisi saya yang sekarang ini, saya tidak pernah mendelegasikan pekerjaan saya terkecuali ketika suami saya ada di rumah dan bisa ikut merawat anak saya, jadi saya terbantu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah atau memasak masakan kesukaan suami yang lebih variatif

Untuk kegiatan yang paling penting ini
1.       Beribadah
Saya berusaha menunaikan shalat wajib 5 waktu dengan tepat waktu, mengerjakan shalat dhuha dilanjut dengan tadarrus. Dan menyempatkan mengaji sambung ayat  ba’da shalat magrib dengan suami dan mengikut sertakan anak meskipun kadang rewel. Poin ini saya berharap agar anak saya bisa terbiasa dan menjadikannya pembiasaan kelak.
2.       Memasak untuk suami
Saya memasak sarapan merangkap makan siang, pada pagi hari. Setelah mencuci pakaian. Lanjut memasak. Jadi malam harinya sebelum berangkat tidur saya menyiapkan bahan makanannya terlebih dahulu seperti memotong dan mengupas sayur sehingga paginya bisa langsung di olah. Akan tetapi, poin ini juga kerap mengalami gangguan karena anak saya yang tergolong anak noktory, suka begadang. Bermain hingga larut malam, jadi saya harus menemaninya, ujung-ujungnya saya kebablasan tidur bersama anak,
3.       Merawat anak
Ketika anak bangun, biasa cucian sudah beres. Jika cucian belum beres berarti factor pemicunya adalah anak mungkin rewel malam harinya, jadi saya kelelahan dan tidur lagi sehabis shalat (jangan dicontoh), anak ikutan bangun subuh, nagh kalo poin yang ini saya biasa siasati dengan mengajaknya ikut shalat subuh di Masjid dan membiarkannya bermain dengan Abinya hingga menjelang pagi dan sarapan siap. Selanjutnya saya biasa mengajaknya berjalan-jalan pagi sampai pukul 07.30, kemudian dilanjutkan makan bersama. Mengajaknya bermain, menemani tidur dan bermain sambil belajar lagi begitu seterusnya.

4.       Membuat jadwal harian
04.30-05.30 :cuci pakaian, shalat subuh (dilakukan di Masjid ketika Izz ikut bangun subuh), mandi
05.30-06.30: masak
06.30-07.30: mengajak Izz jalan-jalan pagi
07.30-08.30: menyuap Izz sambil menemani suami makan, lalu memandikan Izz
08.30-08.45: shalat duha dan mengaji 2 lembar
08.45-10.30: bermain terstruktur, panduan saya buku bermain dan buku permainan montessory keluarga (untuk hari Senin dan Kamis saya mengisi dengan cek perkembangan tukang, dan berbelanja di pasar. Untuk hari Jum’at saya isi dengan kegiatan berbagi nasi seputaran banjarbaru martapura, tentunya mengajak anak saya ikut serta)
10.30-11.30: mengajak nonton video mengaji, bermain bebas
11.30-13.30: menidurkan anak, shalat, memantau grup WA, focus dengan jualan buku dan info seputarnya
13.30-14.00: makan siang bareng IZz
14.00-15.00: bermain sambil beres-beres rumah
15.00-16.00: menyiapkan cemilan Izz, menyiapkan makan malam, memandikan Izz, mandi sore dan shalat
16.00-17.00: eksplore kegiatan alam, mengunjungi taman bermain, lapangan Masjid, taman baca dll
17.00-18.00: bermain di area dekat rumah, sambil bersilatuhrahmi dengan orang-orang di kompleks
18.00-18.30: ke Masjid bareng Abi dan Izz
18.30-19.00: mengaji sambung ayat
19.00-20.00: makan malam sama-sama, bereskan dapur, mencuci piring
20.00- tak menentu:menemani belajar dan bermain, sambil ngobrol santai bareng suami
Setelahnya baru ke dapur mempersiapkan bahan untuk besok,  dan menyiapkan alat tempur suami untuk kekantor keesokan harinya. (untuk hari kamis, saya isi dengan memasak nasi kotak, jaga anak di handle suami)

Jadi sampai batas detik ini saya belum memiliki dan mencanangkan program 7 to 7, yang keliatannya memang sangat efektif dan terbantu karena anak saya yang benar-benar tipekal anak yang tidak bisa jauh dari saya. Dan saya tidak mendelegasikan tugas rumah tangga, plus tipekal noktory anak saya yang suka begadang. Harapan saya kedepannya jadwal ini bisa lebih fleksibel dan anak saya bisa sedikit melonggarkan saya untuk punya me time yang lebih berkualitas.



Start...Learning how to learn

Bismillahirrahmanirrahim…
Akhirnya kelas matrikulasi melewati separuh dari masanya. Saya sangat berharap bisa konsisten dalam kelas ini karena akan ikut dalam next proses, yang bagi saya sangat penting dan Insya Allah bermanfaat untuk ibu dengan satu anak yang benar-benar membutuhkan informasi, dan melihat role model  yang positif dan member sumbangsih yang energik pula untuk saya dan keluarga untuk terus belajar dan belajar.

Minggu ini terhitung berat untuk saya, karena suami kebetulan harus turun kerja lapangan hingga sebulan kedepan. Jadi semua harus saya handle. Maafkan atas keterlambatan homeworknya.  Bahkan sampai review diturunkan saya belum sempat mengerjakan, videonya pun tidak bisa terputar hingga sekarang. Hiks…curcol abiis.

Learning how to learn…adalah tahapan yang harus saya pelajari kali ini. Tafsiran saya sejak membaca NHW5 adalah saya harus mengerjakan sebuah rancangan pembelajaran untuk keluarga saya. Dan oleh karena dalam keluarga kecil saya ini ada 3 orang dengan karakter yang berbeda-beda, maka jelas untuk membuat sebuah rancangan pembelajaran harus dibuat lebih fleksibel jikalau dikemudian hari dibutuhkan sebuah revisi atau bahkan revisi disana sini.

Keluarga kecil saya, Alhamdulillah dikarunia seorang putra yang pada bulan November ini memasuki usia 21 bulan. Namanya Izz Khafady Al Badar. Sejauh mata memandang, sejak menjadi pemandunya…dia adalah anak yang tergolong visual kinestetik. Lebih cepat memahami sesuatu ketika melihat langsung, dan dalam kondisi ikut serta. Namun saya memahami bahwa di usia anak saya yang belum 2 tahun kemungkinan pengkategorian terssbut terlalu cepat, dengan asumsi bahwa anak-anak memang benar adanya adalah peniru yang ulung. Dan jelas metode yang kami canangkan nanti Insya Allah melalui revisi ketika ternyata di usia 3 tahun tipekal pembelajaran anak kami mengalami perubahan.

Saya sendiri dan tipekal visual, saya lebih mudah mengingat sesuatu yang saya lihat, senang dengan rangkuman yang unik semacam grafik, tabel. Bahkan ketika bersekolah dulu, saya jarang mencatat, saya cukup membawa buku pelajaran saya, underline informasi yang penting lalu menulis langsung di buku pelajaran jika ada tambahan dari guru informasi terkait yang di anggap penting. Sementara suami saya tergolong Auditoty. Beliau mampu menyerap informasi ketika akan ujian lewat hapalan teman-temannya.
Oleh sebab saya baru memiliki satu orang anak, dibawah 2 tahun maka sebuah kesempatan gemilang untuk saya memperbaiki diri, dan terimakasih kepada IIP Kalimantan diberi kesempatan menimba ilmu di kelas matrikulasi ini.

Rancangan pembelajaran Ummu Izz
1.       Kompetensi
    Mampu memahami dan mengindentifikasi.              informasi pembelajaran di ‘bunda sayang’
2.       Tujuan Pembelajaran
 Menciptakan atmosfer bermain yang positif terhadap anak baik di lingkungan rumah maupun di  luar.
 Mampu menjadi ibu yang mengetahui dan memahami karakter dan tumbuh kembang anak-  anaknya
3.       Sasaran pembelajaran
Memperdalam ilmu parenting
Meningkatkan komunikasi dengan suami dan anak
Memahami perkembangan anak
Ikut andil dan menjadi nomor satu tenaga pemberi sumbangsih dalam proses tumbuh kembang anak
4.       Startegi PEmbelajaran
Sharing
Seminar
Membaca buku
Kuliah grup social medial tentang ilmu parenting
Referensi role models
5.       Metode pembelajaran
Memperbanyak jam terbang membaca buku-buku parenting, artikel
Melihat role model dari keluarga-keluarga ataupun ibu-ibu yang telah sukses dalam membina dan mendidik anak-anaknya. Tolak ukur yang saya jadikan Patoka disini adalah sejauh mana figure tersebut member inspirasi terhadap keluarga dan masyarakat umum. Yang sesuai dengan tahapan keluarga kami berusaha akan saya adopsi dan diluar itu kami kondisikan dengan keadaan keluarga kami
Mengikuti grup parenting di media social, facebook, WA dll
Sharing  dengan ibu-ibu yang lain
Belajar lewat keadaan sekitar dan membandingkan dengan outputnya

Rancangan pembelajaran Izz
1.       Kompetensi
  • Fitrah keimanan
  • Fitrah belajar
  • Fitrah bakat
2.       Tujuan Pembelajaran
  • Mengenalkan fitrah dan hakekat belajar melalui bermain dan metode fun.
  • Meningkatkan kemampuan komunikasi
  • Mengembangkan potensi anak, karakter positif, kemandirian dan rasa percaya diri

3.       Sasaran pembelajaran
  • Anak dapat dikenalkan dan mengenal Allah beserta ciptaanNya
  • Anak dan saya dapat bermain bersama
  • Saya mampu mengenali bakat dan potensi kekuatan anak saya

4.       Metode pembelajaran
  •    Bermain di rumah dan di alam bebas
  •    Membaca buku interaktif
  •   Mengikutsertakan anak untuk terjun langsung dalam beraktivitas dan berkeingatan. Hal ini diharapkan menyentuh ranah kritis dan rasa ingin tahunya untuk bertanya.

5.       Alat bantu pembelajaran
  •     Mainan edukasi (lego, puzzle, playdough
  •     Buku anak-anak
  •     Dll

6.       Strategi pembelajaran

       a. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain:
ü  Membiasakan mengajak ke Masjid untuk shalat berjamaah, biasanya shalat Magrib dan Subuh, dan membiasakan mengisi celengan Masjid
ü  Semampu mungkin mengikuti sertakan setiap hari jumat. untuk poin ini, anak saya masih susah di handle karena ketidak ikut sertaan saya masuk ke masjid.
ü  Pada setiap kegiatan berbagi nasi kami, Izz ikut serta dan didudukan di kursi boncengan paling depan, sambil dijelaskan maksud tujuan kami mengadakan kegiatan ini, dengan harapan dia bisa mengerti sedikit demi sedikit tentang pentingnya berbagi
ü  Pada setiap kegiatan kami, kami berusaha melakukan dialog, contoh dan perumpamaan, agar ada feed back dari dia meskipun hanya kata iya, ataupun espresi mendalami. Misalnya kita shalat karena apa? Masjid itu apa? Kita berbagi karena apa? dll
  b. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain:          untuk kegiatan bermain ini saya mengadopsi dari.   buku bermain dan montessory yang saya.                   sesuaikan dengan tahap perkembangan anak saya.
ü  Membaca buku, mendongengkan
ü  Bermain dengan alat peraga misalnya finger puppet doll, boneka tangan, playdough, magix color beans dll
ü  Bermain di alam bebas, misalnya melukis di pohon, mengumpulkan biji-bijian yang jatuh dari pohon dll
ü  Mengajaknya berjalan-jalan terutama di pagi hari dan sore hari. Aktivitas di sekitar sangat membantu saya memberi pelajaran yang bisa berbekas di anak saya. Misalnya membuang sampah pada tempatnya dll
ü  Pada akhir pekan kami akan mengajak Izz untuk berjalan-jalan dalam radius lebih jauh. Sejauh ini kami pernah membawanya ke museum, taman baca, taman yang ada patung hewannya, waterpark, kebun binatang. Izz bisa belajar langsung jenis hewan dari sana dan kamipun mengimbanginya dengan buku
ü  Mengajaknya ikut ke dapur, melibatkan dalam kegiatan perdapuran saya
ü Mengajak ikut terjun langsung mencuci pakaian

 c. Untuk fitrah bakat, saya belum bisa menulis dengan pasti bakat yang dimiliki anak saya karena saya masih dalam tahap mendampingi tahapan pembelajarannya. Ketika ada yang lebih menonjol maka saya akan masuk ke ranah ini.




Minggu, 13 November 2016

Hidup berpindah….mencoba menemukan kepingan puzzel


Sudah berlalu 3 pekan ketika saya menulis dengan berapi-api bahwa saya memilih jurusan ilmu kesabaran di universitas kehidupan ini. Lalu di sodorkan pertanyaan apakah akan merubahnya. Dan sampai detik ini saya masih ingin dan tertarik mendalami jauh dan merubah sikap untuk sabar. 3 pekan bergelut dengan matrikulasi membuat saya sedikit terbantu mendalaminya. Ketika saya sudah bisa mengontrol lebih jauh sikap sabar saya. Maka saya merasa lebih enjoy beriringan dengan ilmu lainnya. Selama ini ketika saya mendalami sesuatu karena tidak sabar bisa jadi kacau, atau karena tidak sabar bisa menjadi tidak konsisten. Alhamdulillah dengan lembar check list bisa sedikit terbantu. Jalan pemikiran saya lebih terkontrol karena dapat melihat langsung hasil. Dengan begitu saya terpacu untuk lebih konsisten dan pada akhirnya akan lebih meningkatkan kemampuan, tentunya dengan lecutan check list yang belum selesai agar dapat terselesaikan dan dilabeli keistiqomahan.

Berbicara tentang lembar check list yang telah saya ramu di NHW 2. Alhamdulillah saya mulai mengisinya, kategori sebagai makhluk individu, sebagai istri dan sebagai seorang Ibu akumulasi keseluruhan berada di range 40-60%, akan tetapi tetap saya revisi hingga lebih measurable. Dan jawaban sementara untuk projeck kehidupan saya ini adalah. Terus terang hingga 2 pekan berlalu saya menulisnya, pada detik ini bentukannya masih dalam bentuk lembaran kertas, belum saya print. Dan pekan yang lalu, ketika selesai menyetor NHW saya berpikir untuk memindahkannya di lembar yang lebih besar dan menempelnya di kamar kami. Dengan tujuan agar saya dan suami bisa melihat. Terkhusus buat saya bisa menjadi reminder ketika kertas A4 yang beirisi lembar-lembar ceklist terlupakan di beberapa tempelan yang lebarnya sama. Maka kertas yang lebih besar semoga bisa menjadi jawabannya. Saya berencana pekan ini membuatnya dengan kertas karton besar, menempelnya. Dengan begitu kesabaran sayapun bisa terlatih karena indikatornya bisa terlihat jelas, bahkan ketika saya sementara mengeloni anak, Insya Allah akan jadi cambuk untuk terus memantaskan diri. Dan ketika sudah lebih konsisten, saya akan mengcopi paste ke lembaran yang lebih kecil. Terkhusus lagi tempelan kertas karton warna warni yang lebih besar bisa langsung di lihat Pak su. Jadinya saya bisa dapat suntikan semangat.
  
Sementara mengisi dan membenahi lembar karton NHW2. Mari beranjak ke NHW3 yang mengharu biru. Terus terang ketika membaca review pekan lalu saya menitikkan air mata. Sang Penguasa benar-benar selalu punya cara indah untuk menegur hambanya. Dengan begitu saya dan suami mencoba merumuskan misi spesifik saya.
Misi hidup:
  1. Membangun keluarga dengan Al Qur’an sebagai pedoman, Rasulullah SAW sebagai suri tauladan
  2. Memiliki anak-anak yang mencintai agama dan hafal Al Qur’an
  3.  Menjadi salah satu tenaga pengajar bidang keperawatan
  4. Menjadi salah satu tenaga pengajar untuk anak-anak mengaji di kompleks perumahan
  5. Membentuk kelas sabtu pagi (hari libur) dengan konsep belajar sambil bermain untuk anak-anak di kompleks perumahan.
Peran: Individu, istri dan ibu dalam keluarga yang berlandaskan Islam, tenaga pengajar yang bisa dengan sabar mentrasfer ilmu yang dimilikinya kepada mahasiswa, anak-anak langgar dan anak-anak balita yang fitrahnya adalah bermain dan tentunya diperlukan kesabaran dalam menghandle semuanya
  1. Untuk misi pertama, saya berusaha menambah ilmu dari hasil belajar di liqo ataupun tarbiyah ketika masih single, dan memadukannya dengan suami ketika sudah berstatus menikah. Menambah lewat referensi dan mengikuti seminar, pengajian dll.
  2. Keinginan memiliki anak-anak yang hafal Al Qur’an ada sejak saya belum menikah. Hingga saat ini saya berusaha menghadirkan murottal di sudut rumah kami, baik itu dari saya sendiri, murottal dari suami sendiri ataupun dari media edukasi lainnya.
  3. Karena disiplin ilmu saya adalah kesehatan, dan saya pernah menjalani sebagai tenaga pengajar di sebuah akademi keperawatan. Maka saya ingin kembali berkecimpung di dunia tersebut. Tenaga perawat adalah kaum mayoritas di dalam instansi Rumah Sakit, akan tetapi sering menjadi barang ‘keterbelakangan’. Melalui penguatan ilmu dibidangnya, saya harap tenaga perawat bisa bermitra dengan dokter dan tidak dianggap sebelah mata
  4. Insya Allah tahun depan, ketika hunian pribadi kami yang sekarang dalam tahap pengerjaan telah selesai. Saya ingin mengajar ngaji untuk anak-anak kompleks. Yang menurut survey saya dan suami bahwa ibu-ibu di sana butuh orang yang mau mengajarkan mengaji di kompleksnya. Mengingat fasilitas umum di kompleks tersebut kabarnya akan dibuat langgar. Saya dan suami ingin sekali mengajarkan anak-anak mengaji meskipun dengan ilmu yang tak seberapa, Insya Allah dengan belajar bisa lebih teratasi.
  5. Sebelum pindah ke banjarbaru, saya dan kawan-kawan saya di Makassar punya sekolah ahad. Namanya kelas carakde, kelas yang kami program per catur wulan di tempat yang berbeda-beda. Sasarannya adalah anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, daerah pesisir dan marginal. Kelas carakde terstruktur tiap berpindah tempat akan mengalami perubahan dari kepala sekolah, guru penanggung jawab kelas hingga kurikulum, namun dikemas dalam metode yang lebih fun. Saya sangat ingin punya kelas yang sama di kompleks perumahan kami, mengingat survey disana lumayan banyak anak-anak. Saya berencana membuka kelas di rumah kami pada hari sabtu pagi, cukup 2 jam saja tiap pekannya. Konsepnya adalah belajar dan bermain.
Poin 3 dan 5 merupakan rutinitas saya selama di Makassar, dan saya sangat menikmatinya. Pindah ke Banjarabaru, hingga detik ini saya belum menemukan lokasi yang tepat sampai akhirnya saya memutuskan untuk membuatnya di kompleks perumahan kami nantinya.
        Dan untuk bisa menjadi ahli dan mewujudkan bidang pengajaran tersebut, maka saya menetapkan saya telah sampai pada tahap apa.
  1. Membangun keluarga dengan Al Qur’an sebagai pedoman, Rasulullah SAW sebagai suri tauladan di zaman modern seperti ini jelas memiliki tantangan tersendiri. Saya dan suami tetap berusaha memperbaiki diri, saling melengkapi, menegur, mengingatkan dan memantaskan diri untuk menjadi yang lebih baik. Mengajarkan ilmu-ilmu tauhid dan kecintaan pada agama dan Rasul kepada anak kami lewat tingkah laku, edukasi dan membacakan cerita
  2. Tahap  mencetak generasi hafidz hafidzah dan menjadikan pedoman dalam hidupnya. Selain membiasakan mendengar murottal, Saya tengah mempelajari metode Kaisa  lewat DVD, terhitung terlambat, tapi semoga bisa mewujudkan impian saya memiliki anak yang hafids Al Qur’an.
  3. Terkait dengan bidang pengajaran keperawatan, semenjak pindah ke banjarbaru saya tetap meng upgrade ilmu saya dengan membaca artikel-artikel keperawatan meskipun tidak sebanyak ketika saya masih mengajar dulu.
  4. Terkait dengan bidang keinginan mengaji: saya masih dalam tahap sharing dengan teman yang juga punya RTQ (Rumah Tadabbur Qur’an) di kediamannya sendiri
  5. Terkait dengan bidang kelas sabtu pagi. Saya berusaha membaca buku-buku parenting dan mengikuti grup parenting berharap bisa memahami karakter anak-anak lebih jauh lagi. Mengumpulkan buku-buku bergizi balita yang nantinya bisa menjadi salah satu fasilitas dalam belajar dan bermain, disamping menjadi koleksi pribadi saya. 
Dan saatnya mencoba memulai milestone saya. Saya berpikir rumah baru saya di tanah banua ini merupakan tolak kembali ke titik 0.
KM0 – KM 1: Menambah hafalan, belajar ilmu parenting, Up grade imu keperawatan. Mewujudkan rumah belajar bermain dan mengaji di langgar
Km1 – KM 2 : hafalan saya dan suami bertambah. ketika usia putra saya 2 tahun lebih bisa menghapal beberapa surah pendek dan saya berharap saya diberi rezki untuk anak kedua, saya bisa menghandle kelas sabtu pagi, kegiatannya lebih terstruktur, tetap mengajar, dan sore harinya berada di langgar kompleks sebagai guru ngaji. Berharap kegiatan ini nantinya di support oleh RT di sana, melengkapi fasilitas home library dan sekolah sabtu pagi
KM3-KM4: hafalan saya dan suami bertambah, membentuk TPA di langgar mesjid, kelas sabtu pagi tetap berjalan tetapi disandingkan dengan taman baca yang rencakan akan saya buat juga di rumah dengan menjadikan koleksi pribadi kami sebagai medianya. Saya berharap bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi


Akan ada proses..., aku yang dulu yang memprihatinkan tanpa berhijab
akan ada kawan....,meski di tanah banua yang tak pernah kujejaki sebelumnya
kepingan puzzel berharap sejalan dengan misi...
karena aku hanya hamba Allah SWT yang jauh dari sebuah kesempurnaan 


Banjarbaru,
waktu kamar menjelang ashar

Minggu, 06 November 2016

Ketika Allah menautkan kita….



Dan akhirnya aku menulisnya..untukmu..

Bismillahirrahmanirrahim…
Assalamu’alaikum Abu Izz..
Apa kabar?? Kuliat tidurmu malam ini begitu nyenyak. Harimu melelahkan ya Bi??
2 hari yang lalu aku ada tugas, sempat aku post ke WAmu kan waktu itu. Malamnya langsung semangat nulis di laptop. Eh state  sampai di salam aja. Sudah balik kasur jumpa dengan pulau kapuk. Hari ini makin dikejar DL. Si Izz sudah tidur, makanan buatmu pun sudah kusiapkan boz. Wesss…aku disuruh buat surat cinta kepadamuh…
Nanti di baca yaa…jangan ketawa. AWASSSS
sebulan
Sore itu berbaris peluh, hari terakhir menjelang akhir pekan. Jumat sore, sebelum apel pulang. SMS di hp dari kamu berderit masuk.
“Assalamu’alaikum, saya sudah di bandara Sultan Hasanuddin, kapan saya bisa menemui orang tuamu?”
WUAAAAAAHHH…tenggorokanku seperti tercekik ribuan tangan, mataku melotot. Sekilas balik pada situasi yang lalu. Ketika aku telah melewati masa-masa istiqharaku dan dengan berani bin pongah menantangmu mari luruskan niat, kalau emang serius mintalah kepada orang tuaku??
JLEEB begini rasanya kalau orang yang nantangin akhirnya balik di tantang. KO
Ini begimane maaak???
TEEENGGGG!!! Apel pulang berbunyi
Tahukah kamu suamiku, sepanjang perjalanan pete-pete (sebutan angkot kawasan Makassar) aku mematung, pandanganku nanar, kosong ke depan. Beruntunglah saya tujuan saya adalah batas akhir rute si angkot. Jadinya begitu sampai..pak supir bertanya. Turun di mana??. Ternyata sudah sampai…huhuhu
Sampai rumah, beruntung pula saya tinggal sendiri di rumah, jadi nga ada yang liat betapa merana nan anehnya saya saat itu. Pikiran terpecah. Kusangka kau tak akan seberani itu menerima tantanganku?? Ternyata penilaianku jauh dari batas keberanianmu. Kusangka kalaupun kau berani, bakal ada proses yang terlewati sehingga setidaknya memberikan interval nafasku tetap berdequp berirama. Ternyata penilaianku melenceng. Benar kata Ayah, orang pendiam itu bisa menghanyutkan. Dia bisa melakukan sesuatu yang berani di luar dugaan kita.
At the point is…Aku belum pernah sebelumnya menceritakan hal ini pada orang tuaku. Dimana keluargaku adalah orang biasa saja, tentunya mereka akan heran begitu mendengar akan ada pemuda yang tidak mereka kenal sebelumnya datang dan bersilatuhrahmi lebih jauh. Ayah adalah sosok sebenarnya ayah, yang meluaskan seluruh bidang punggungnya untuk kami anak-anaknya bercerita, Ayah adalah bijak, penyabar dan paling menjunjung tinggi silaturahmi. Sementara ibu…adalah yang banyak bacot seperti saya, yang kutakuti dengan buncahan pertanyaan-pertanyaannya disertai intonasi landai tingginya bukti. Bagaimana caraku menyampaikan maksud kedatanganmu?? Di tambah lagi, orang tuaku adalah guru, dan kami tinggal bukan di wilayah perkotaan. Tak sembarangan orang datang bertamu. Ada yang sedikit aneh dan baru saja, se antero tetangga akan menangkap radar, takutnya info yang di tangkap beda. Aduh duuhhh bagaimana ini.
Magrib datang, aku besegera shalat dan menenangkan jiwa. Masih dengan pakaian batikku di hari jumat. Belum sempat mandi sore. Aku menangis memeluk kitabku. Hingga tangan ini meraih telpon genggam dan mengirim kabar ke ibu di kampong. Selang beberapa menit telpon bordering, dari Ibu…Ya Allah…Ya Rabbi. Kusiapkan benteng mentalku, bismillahirahmanirrahim…
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam”
“Siapa yang mau datang”
“Teman”
“Untuk apa”
“Silatuhrahmi..silatuhrahmi..mungkin lebih dekat”
“YA sudah, mungkin dia datang membawa rezeki kita tidak tau kan?? Suruh datang saja, tapi jangan sendiri. Suruh siapa kah disitu yang temani”
“Eh..iya..iya…”
Dan telpon ditutup dengan salam
Bisa kau bayangkan betapa gembiranya saya saat itu. Tugasku kelar…pokoknya tugasku kelar. Hei kamu yang disana yang akan menuju kampong halamanku besok. Selamat berjuang yak wkwkwkwk

Suamiku…
Mungkin begitulah skenario Allah. Akan selalu indah ketika kita menjalaninya dengan sabar. Tahukah kamu suamiku. Ketika kau dalam tahap berusaha mengambilku dari Ayahku, saat itu riak hati ini masih menginginkan yang lain. Aku merindukan orang lain yang sejak bangku kuliah kukagumi. Yang ketika melihat dirinya, kuaminkan dia untuk jadi Ayah dari anak-anakku. Dan kau datang mengubah semuanya. Bahkan malam sebelum hari pernikahan kitapun, mataku masih sembab memikirkan dia. Dia yang tak seharusnya mengganggu pikiranku.
Aku menerimamu semata karena dalam istiqharaku jalan untuk menjawab iya selalu saja lembut tak ada rintangan, hati ini terasa ringan menjawab iya, meski aku mengenal orang lain yang lebih kukagumi. Aku hanya berusaha percaya pada sang pemilik jagad, bahwa tidak selamanya yang terbaik menurut kita hamba-hambanya, pun adalah yang terbaik menurut Allah SWT. Maka seperti jawabanku…bisimillahirrahmanirrahim…mari luruskan niat.
Sehari setelah pernikahan kutemukan jawaban untuk membangun cintaku padamu.
Aduhai..ternyata laki-laki yang dipilihkan Allah untukku sedemikian lembutnya. Kuceritakan kepadamu betapa aku menyukai dan mengagumi laki-laki itu, tentang janjinya akan menjemputku di tahun ini bla bla. Ku ulang-ulangi bahwa dia adalah laki-laki smart¸tangguh, pekerja keras dst, berharap amarahmu memuncah, namun di akhir cerita aku hanya mendapatkan sebuah kecupan di kening dan pelukan hangat. Kamu tidak marah…sama sekali tidak marah. Kala itu aku seperti Roro Jongkrang dikutuk menjadi patung.
Hatiku gerimis..sembari bergumam. Allah sungguh baik..mengirim makhluk sepertimu untuk aku yang serba kekurangan.
Hari-hari pertama pernikahan, kulalui dengan kamu yang memasak sarapan untukku bukan aku yang memasakkan untukmu. Kedengaran klise sih untuk pasangan pengantin baru tapi begitulah adanya kita. Dari kamu aku belajar membersihkan perut ikan, dari kamu aku belajar masak lauk kuah kepala ikan bersantan, sayur bening yang ternyata enak ketika ditambahkan kemiri sedikit. Hari-hari pertama kulalui dengan garis kewarasanku, bahwa aku tidak melakukan apa yang seharusnya seorang istri perbuat terhadap suami. Aku minta maaf untuk keterbatasanku…
Begitulah adanya, skenarioNya. Selalu indah dan sejuk terasa. Aku yang dulunya egois, meledak-ledak, dipertemukan denganmu yang menyejukkan, ibarat api walaupun tak slalu bisa dipadamkan, tapi barahnya bisa lebih sedikit meredup. Aku yang tak tau dengan bumbu dapur, sedikit sedikit belajar darimu. Katamu kapastitasmu hanya sederhana, pun baru mengejar nafas-nafas Islam. Tapi dengan pernikahan ini, aku bisa bandingkan kemampuanmu jauh lebih matang dariku. Hingga diusia pernikahan kita yang menjelang 3 tahun ini, aku masih tertatih-tatih untuk bangun malam hari dan menyisipkan sujud untuk mengadu padaNya, sementara dirimu seperti  sudah distel sendiri hingga bisa bangun tepat waktu dengan badan ringan.
Terimakasih untukmu penjagaanmu. Aku masih butuh penjagaan esktrak lewat hal-hal lain yang lebih indah. Kamu harus lebih gesit menyimpan barang mu agar tidak lupa disimpan dimana, itu…kerangjang pakaian kotor harus difungsiin juga yak, jangan dianggurin. Simpan pakaian kotor pada tempatnya. Masih banyak Bi…ntar aku bisikin sendiri yak..

23.45 Waktu kota Banjarbaru
Dari dia..yang gemar memandangi wajah tidurmu

Dan kamupun berkata…
Dan plong selesai juga hihih. Tadinya mau kirim lewat WA tapi berhubung kuota beliau lagi sekarat, maka kucoba menyodorkan laptop selepas shalat subuh dan memintanya untuk membaca lalu ngacir pura-pura berbaring, tapi ekspresi wajahnya terekam jelas dalam radius tempatku. Dan cahaya laptop yang terang sendiri memberi leluasa menilai tanggapannya. Hahahah kadang senyum-senyum bacanya entah di bagian paragraph mana. Berkat surat ini seharian ini aku bisa berleha-leha lanjut poin dua dan seterusnya untuk segera mengumpulkan tugas NHW3. Urusan dapur, serahkan sama Abu Izz tralalala…. Pekan depan buat kek gini lagi akh, biar bisa cuti sehari.hohoho

Dia adalah kekuatan (Izz) kita…
Namanya Izz Khafady AL Badar…
Bayi laki-laki yang terlahir ketika aku berjuang dengan tesisku. Kami selipkan kata Izz (kuat) berharap kamu adalah anak laki-laki kami yang tangguh. Kamu adalah anak laki-laki pertama yang terlahir dari rahin Ummi, semoga bisa mengayomi adik-adikmu kelak ketika Allah masih member kami amanah.
Anakku tipe kinestetik, dan terlihat sejak usianya 9 bulanan. Ketika usianya 8 bulan dia pertama kali bisa mengucapkan kata ‘tate’ (kakek), untuk urusan komunikasi perkembangan Izz cukup baik dibandingkan anak seusianya. Ketika usianya 18 bulan, sudah bisa menjawab ilmu tauhid meski dengan pelafalan sederhana. Dia anak yang tumbuh dengan senyumnya yang gemar merekah ketika bertemu orang lain. Dia punya daya ingat yang baik, bahkan sayapun kerap dibuat terheran.

Dan aku adalah…
Wanita yang terlahir dari sebuah desa denga lingkungan asri. Terbiasa dengan komunitas social sejak duduk di bangku kuliah. Dan akhirnya perlahan diberi hidayah berhijab meski masih sangat butuh siraman rohani untuk memperindah imannya. Saya beruntung terlahir dengan sebutan ceria, meski sedang dirundung masalah saya bisa menyembunyikan lewat senyuman. Untuk sebuah perkara yang masih baru, maka saya punya semangat untuk menjalaninya.
Dan saya adalah…seorang Ibu yang bisa membuka mata untuk kelemahan anak. Energik ketika menemani si bocah bermain.
Dan saya adalah bisa bekerja individu dan tim ( lha kok yang ini kayak nulis CV saja yah hihih).  Saya punya kemauan keras sehingga sifat tidak sabaran kerap mengintip.

Dan keluarga kita berpindah tempat…
Tanah Banua, kota banjarbaru adalah tempat tinggal kita sampai Allah menakdirkan di sudut bumi mana lagi kita akan bertapak. Tanah ini berbeda kultur dengan masa dimana saya dan suami menghabiskan masa kecil, di tanah Sulawesi. Bahasa…adat, makanan dan masih banyak lagi.
Dan aku menafsirkannya Allah member kita kesempatan untuk berkenalan dengan saudara kita di belahan pulau yang lain. Tempat kita untuk belajar lebih saling menguatkan ketika berada jauh dari sanak saudara sedarah, dan mampu menciptakan zona nyaman meski dengan sgala hal yang baru dan akan kita pelajari. Aku menafsirkan bahwa Allah menyebar lading rejeki bukan melulu pada satu tempat, dan keluarga kita diberikan kesempatan untuk menjemput rejeki itu di tanah ini. Mengikutimu kesini suamiku membuatku memutuskan untuk resign  dari tempat kerjaku, Allah menakdirkan bahwa amanah dariNya membutuhkan diriku. Kita adalah dua manusia yang punya latar belakang berbeda tapi punya komitmen yang sama. Berharap luka-luka yang mungkin pernah tertoreh dari pengajaran orang tua kita tak terulangi pada anak kita. Aku dengan status full time mother akhirnya mengerti bahwa menjadi seorang ibu itu tidak mudah, ketika dulu masih ada Ibu dan Ayah bantu menjaga sekarang dengan tempat baru ini aku bisa merasakan seorang ibu yang seutuhnya. Aku bisa membuat masakan meskipun tak seenak Ibu dan Mamah Sulawesi. Kemanapun pergi akan selalu bersama, aku masih ingat komitmen kita itu. Semoga kita dan domisili kita yang sekarang semakin menguatkan kita dan kian bertambah pula eksistensi sebagai hamba Allah SWT. Aamiin