Sabtu, 20 Maret 2021

Pengikat makna #2


Empati dan simpati adalah hal yang kerap bergaris tipis. Saya yang mantan nakespun terkadang mencampur adukkan kedua hal tersebut. Apalagi kami sering dihadapkan kepada situasi yang sulit untuk menempatkan empati dan simpati ini. Terkadang saya yang melankolis harus diingatkann oleh teman sejawat ketika ada pasien kami yang meninggal dan saya ikut menangis merangkul anggota keluarganya. Ataukah ketika ada kelahiran, melihat si ibu kesakitan menahan kontraksi, emosi saya ikut larut dengan suasana. 

Kali ini kami di kelas habituasi kembali belajar. Bagaimana berempati dan bersimpati yang benar. 

Saya mencoba mengangkat isu yang terjadi disekitar kita terkait dengan situasi pandemi sekarang adalah tingkat stressor orang tua terutama ibu mendampingi anak selama Belajar Di Rumah atau dikenal dengan sebutan BDR. 

Sekilas mendengar curhatan pada ibu-ibu komplek. Apalagi secara kebetulan saya membuka bimbingan belajar anak, otomatis curhatan bermakna serupa hampir selalu saya dapati ketika seorang ibu mendaftarkan anaknya ikut bimbel. Ungkapan ketidak sanggupan mendampingi anaknya. Anaknya yang maunya main aja nga mau belajar. Ibunya yang bekerja dan tidak punya waktu mendampingi anaknya. 

Mirisnya terkadang dari ketidaksanggupan tersebut berujung pada luapan emosi orangtua kepada anak. Situasi pandemi bak buah simalakama. Tak ayal imbasnya ada pada anak. Bukannya menciptakan bonding dengan orang tua tapi malah membuat anak tak menikmati petualangan belajarnya. 


Tak seharusnya menyalahkan sekolah, guru dan segenap  komponen pendidik. "Makan gaji buta"

"Enak sekali guru-guru sekarang, tinggal kirim-kirim tugas"

Percayalah...para gurupun tak menyukai situasi demikian, merekapun ingin agar sekolah segera kembali berjalan sebagaimana mestinya. 

Ujung tonggaknya benar ada pada orang tua. Bagaimana menyikapi proses belajar selama pandemi ini. Bagaimana belajar mengelola emosi. Pun untuk tenaga pendidik diharapkan memiliki inovasi yang mumpuni dalam proses belajar mengajar. Apakah dengan menggunakan metode funlearning lewat zoom, dengan sesekali memberikan tugas bukan hanya dari buku tapi sesuatu hal yang bisa dikerjakan di ruang terbuka agar anak tidak merasa bosan.

Hal yang sama tentu juga diharapkan dari Pemenrintah. Dengan mengubah sistem belajar menjadi belajar dari rumah. Harusnya Pemerintahpun dengan sigap memiliki terobosan untuk kurikulum belajar online mereka. Dengan begitu orang tua tidak merasa terbebani

#habituasi2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar