Jumat, 14 Februari 2020

Mulai dari diri sendiri

Hidup di zaman sekarang, disandingkan dengan teknologi, membuat kita manusia terbuai dan tak ayal mengarah kepada perilaku malas dan ketergantungan. Teknologi memang diciptakan untuk mempermudah ruang gerak manusia milenial, yang mana tantangannya memang jauh berbeda ketimbang zaman dahulu, atau beberapa puluh tahun sebelumnya. Akan tetapi, semoga kita bisa lebih bijak memilih dan memaknai teknologi ke ranah yang lebih positif.

Kali ini kita berbicara soal suatainability. Bagaimana kita hidup berdampingan dengan alam yang seyogyanya mampu menyediakan sumber daya yang dapat kita manfaatkan.

Tak perlu jauh-jauh dulu. Disini saya berusaha menilik pada diri saya sendiri. Apa yang telah saya lakukan terkait pola kehidupan saya berhadapan dengan social sustainability. Tak banyak, sungguh menyedihkan. Tapi dengan gerakan kecil dari rumah, saya berharap saya bisa tetap konsisten.
Terkait peran saya di ranah keluarga sebagai Ibu Rumah Tangga maka saya punya andil dalam mengelola sampah keluarga. Di rumah kami sendiri, sudah diterapkan beberapa poin untuk meminimalisir sampah ini
💚 Menggunakan _clothes diaper_ ak clodi ak popok kain untuk anak-anak saya. Dan sedapat mungkin meminimalis penggunaan popok sekali pakai. Biasa saya menggunakan popok sekali pakai untuk perjalanan jauh atau kondisi emergency lainnya. Hal ini saya lakukan sejak tahun 2015
💚Menggunakan pembalut kain
💚Belanja bulanan dengan tas sendiri
💚Sampah basah untuk pakan ternak
💚Membatasi penggunaan tissu, biasanya saya mengghabiskan 1000fly tissue per bulan. 3 bulan terakhir saya mencoba mengurangi hingga menyiapkan 1 tissue kecil saja di rumah. Urusan lap melap disiasati dengan menggunting kain sama besar hingga bisa di cuci ulang.

Kemudian..bagaimana kita menjamin kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Sementara mereka sudah terlanjur bergantung pada kondisi serba praktis?
Di tempat tinggal saya sendiri, perilaku yang nampak terlihat adalah manajemen sampah. Masih banyak yang tergantung pada benda-benda yang sulit terurai ketika menjadi sampah. Tissu, popok, plastik, kemasan dll. Dan parahnya lagi, kadang di komplek saya sendiri. Di rumah yang kebetulan tak dihuni pemiliknya, kita kadang menemukan onggokan plastik berisi sampah yang di buang tidak bertanggung jawab.
Masalah yang lain masih terkait dengan sampah adalah pembakaran sampah. Di sekitar saya, membakar sampah di halaman depan di pagi hari menjadi 'trend' tersendiri.
Fenomena lain di komplek saya adalah penebangan pohon. Karena komplek saya terbilang baru maka menebang pohon menjadi semacam pemandangan yang lumrah. Tapi yang lebih memprihatinkan adalah galian tanah yang amburadul. Bulsozer melalap tanah habis-habisan tanpa menggunakan SOP keamanan. Sore kemarin saya dan suami sempat berkeliling dan melihat kondisi galian tanah yang lebih dalam ketimbang hunian penduduk di sekitarnya. Hal ini tentu bisa berakibat buruk pada lahan bermukim. Ketika musim hujan seperti sekarang, rawan longsor dan genangan air besar bermunculan dimana mana


Lalu...apa yang bisa saya lakukan??
Nagh..ini pun memprihatikan karena saya tak bisa melakukan banyak hal. Hanya berharap memulai dari point kecil dalam suatu masyarakat yakni melalui keluarga saya dulu. Lewat pembiasaan-pembiasaan kecil yang dijadikan sebuah rutinitas, berharap tetangga pun bisa mengikuti. Lewat edukasi kecil kepada anak-anak saya yang masih balita, entah itu lewat game dan buku sebagai sarana edukasi. Agar mereka paham sebuah suatainability. Bagaimana alam sudah menyediakan rupa-rupa bahan untuk kita manfaatkan. Dengan itu saya menyelipkan harapan, kelak mereka bisa tumbuh menjadi sosok yang lebih menghormati alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar