Sabtu, 03 Maret 2012

Negeri 5 Menara

Film ini diputar perdana tanggal 1 Maret 2012, tapi pemutaran hari pertama aku kehabisan tiket. Akhirnya ada teman yang bisa bookingkan tiket untuk tanggal 2. Alhamdulillah
Salah satu film yang kutunggu….
Perdana 1 Maret 2012

Diangkat dari kisah nyata sang penulis, ‘Negri 5 menara’ adalah novel pertama dari triologi novel karya A. Fuadi. Bergendre sama seperti novel tetraologi Anrea Hirata, mengangkat tema kerja keras, tekad, mimpi dan niat, tapi dengan gaya penulisan yang berbeda.

Film ini dibuka dengan adegan lulus sekolah si Alif (Gazza Zubizzaretha) dan Randai di danau Maninjau. Selepas lulus, ternyata Ibu Ali menginginkan dia menjadi Buya Hamka walaupun Alif Ingin menjadi Habibie, sekolah di ITB dan melanjutkan ke Amerika. Dan dengan setengah hati ia mengikuti perintah ibunya, belajar di pondok.

Alif akhirnya berteman dengan 5 pemuda lainnya yang berasal dari daerah yang berbeda dan dipertemukan dalam satu asrama, Baso (Billy Sandi) dari Gowa Makassar, Said (Ernest Samudera) dari Surabaya, Atang (Rizki Ramdani) dari Bandung, Raja(Jiofani Lubis) dari Medan dan Dulmajid (Aris Adnanda Putra) dari Sumenep.

Ini ni para sahibul menara dari ki-ka (Alif, Raja, Baso, Dulmajid, Said dan Atang)
Kisah petualangan mondok mereka diwarnai berbagai kisah suka duka. Menobatkan Salman Aristo sebagai penulis skenarionya, yang sebelumnya tlah menulis skrip di film Ayat-ayat cinta karya Hanung Bramantyo, Laskar Pelangi dan terakhir adalah sang Penari. Menonton film jelas ‘rasa’nya beda dengan membaca langsung. Ketika seseorang membaca buku, maka dia berhak untuk menjadi sutradara, kameramen dengan ilustrasi versi masing-masing. Inilah yang membedakan bahasa buku dan bahasa visual, Tapi menurutku untuk tema film ‘membangun’ seperti ini, Penulis skenario masih menelantarkan scene yang seharusnya mengalir di slide film. Aku menyayangkan banyak cluster di buku yang tidak divisualkan di film, dan ada juga yang nda ber-‘greget’ eh malah nangkring di film. Di film, hanya diperlihatkan bagaimana Baso mempersiapkan diri untuk lomba pidato bahasa inggris, yang notabenenya dia tidak begitu fasih dalam pelajaran bahasa inggris. Cukup menyentil, tapi alangkah baiknya jika euphoria ketika para santri mempersiapkan diri ujian di pondok, bagaimana mereka belajar sampe antri di depan kamar mandi juga diramu menjadi sebuah scene, karena adegan itu menurutku adalah ‘nyawa’ dari kata “Man jadda wajada” Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses…Tapi ternyata di filmnya nda ada :(
Masjid pondok Madani
Film ini menang di cerita buku, yang menghadirkan para tokoh utama dengan beragam dialek bahasa. Salah satu adegan favoritku,ketika Baso menyapa Alif untuk pertama kalinya di bawah menara pondok dengan dialek Makassar, spontan seantero studio TO Panakukang tepuk tangan. (iihhh norak^_^)
Baso kadang membubuhkan kalimat percakapan ala ala Makassar, seperti ketika mengajak Alif duduk di sebelahnya "Kamu dudukmi saja disini Alif" dan masih banyak lagi.Tapi saya menyayangkan, adegan ketika Baso harus meninggalkan asrama dan kembali ke Gowa, saya tidak menemukan ada greget perpisahan disitu,..dialek Makassar yang harus dilafalkan oleh Baso (Billy Sandi) justru mengurangi feel 'perpisahan' mereka. Hmmm harusnya yang lolos casting, bener2 orang Makassar...^^
Adegan ketika sahibul menara memperbaiki generator pondok, dibawah komando Atang
Awal keberangkatan Alif ke Jawa..salah satu adegan favoritku
Film ini juga diperankan aktor dan aktris yang sudah malang melintang di dunia perfilman. Sebut saja David chalik dan Lulu tobing (orang tua Alif), Ikang Fauzi (Kyai Raiz) padahal aku mengkhayalkan Deddy miswar jadi pak kyainya lho, Ikang Fauzi terlalu 'ramah' untuk wajah seorang kyai yang digambarkan dalam bukunya. Ada juga Andika Pratama (Fahmi_pimrek majalah pesantren), Mario Irwinsyah (Ketua asrama), Donny Alamsyah (Ust Salman), Aryo Harahap (Alif besar a.k A. Fuadi), 
  
Sahibul menara bertamu ke rumah kyai Raiz


Alif dan kawan2 tengah menyemangati Baso di lomba pidato 
Adegan favoritku dalam film ini adalah:
Ketika Ayah Alif (David Chalik) menjual kerbau demi ongkos perjalanan Alif ke pulau Jawa. Saat itu, ayah Alif memasukkan tangannya ke dalam sarung dan menjabat tangan si pembeli kemudian terjadilah tawar menawar. Pada adegan selanjurnya, ayah Alif menjelaskan makna filosofi jabat tangan di dalam sarung. Katanya...kehidupan...harus dijabat dulu dan dijalani. nyessssss adegan yang sukses membuatku menitikkan air mataa..........^___^

Ada juga adegan ketika mereka harus mengayuh becak kembali ke pondok karena mobil yang mereka tumpangi mogok, asli adegan yang itu bikin ngakak...

Ustad Salman saat mengungkapkan pesan pamungkas...ekspresi Atang disini 'dapat' banget
Tapi ada juga beberapa hal yang membuat film ini agak sedikit ranchu..
Adegan dimana pondok tengah mengadakan pentas seni, di awal pentas disuguhkan breakdance lengkap dengan musik hip hopnya...eh emangnya di pesantren ada begituan???(aku kurang tau,.belum pernah jadi anak pesantren soalnya) dengan melupakan trend pakaian pada era 80-an sebagai setting cerita.

Cukup bijak untuk memberi label film ini film ‘wibawa’ karena mengusung pesan yang sangat memotivasi. Ditunggu novel kedua untuk difilmkan, dan ditunggu untuk novel ketiga dibukukan…^__^
Anyway 1-10, aku kasih 7 buat film ini, karena aku jatuh cinta dengan usaha mereka memvisualkannya..aku jatuh cinta dengan kalimat motivasinya

tidak ada emansipasi dalam putusan
hanya teguhkan pilihan
temukan lokasi niat
dan jalanilah....

20 komentar:

  1. Aaaahh.. tambah penasaran pengen nonton :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. segera nonton mas acicau...ntar kasi komentarnya jg ya

      Hapus
  2. iii... Tgl. 2 di TO Panakkukang?? Saya juga.
    yg jam brpnya kt kak? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya dek, tgl 2 TO panakukang masuk yang jam 19.00...sama ya??

      Hapus
    2. oo. kalau aku gelombang sebelumnya, 16.40.

      sayang ya kak, yang meranin baso bahasa Makassarnya tidak fasih. hehe. dan satu lg kekurangannya. kebanyakan menggunakan imbuhan mi..(ayomi, sinimi, dudukmi dll.) tdk ada bhs. mks yg lengkap. tp itupun sdh mantap..

      Hapus
    3. wahhh mungkin aja kita berpapasan di dalam TO ya dek???heheh..kapan2 kita kopdaran bareng bloofers makassar nyok..inbox no hpmu di FBku nah^^

      Hapus
  3. Aku tadi nontonnya dan uadah buat reviewnya juga.. Keren bgt :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku dah berkunjung ke lapaknya mbak zasa dah ninggalin jejak juga, hmmm suka nton ya mbak???TOSS

      Hapus
  4. minten baru dapat tiket buat nonton besok ... ^_^
    ndak sabar pingin cepet2 nonton ..

    BalasHapus
  5. walah...sy blm nonton T_T mungkin senasib sm film2 y lain nunggu tayang di tipi aja, hahaha....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaaaa..kak uni nton d TV sajo...sy kelewat penasaran, jadinya mo nonton

      Hapus
  6. udah baca bukunya..walaupun tau film yg di angkat dr buku gak sekeren bukunya ( krna klo dr buku feelnya lbh dpt )tapi tetep pengen nonton..smoga sgra trlaksana :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya mbak lastri..justru karena pernah baca bukunya, sy jadi penasaran liat visualnya kek gimana...slamat nton mbak yu^_^
      salam ukhuwah, salam kenal...makasih dah mampir

      Hapus
  7. Balasan
    1. hmm...nontonlah segera kaito kun....bandingkan dengan bukunya ya...

      Hapus
  8. sungguh karya yang cukup luar biasa juga yach...
    seorang penulis sangatlah pandai yach terutama dalam merangkai kata2 supaya mudah difahami oleh pembaca...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya...bener,kisah yang penuh inspiratif, salam ukhuwah^^, makasih dah berkunjung...

      Hapus
  9. kayaknya pasti seru nih filmnya....
    jadi penasaran....

    BalasHapus
    Balasan
    1. hmmm...dah baca bukunya??jelas bahasa visual berbeda dengan bahasa buku...smuanya membawa ciri khas masing2..
      makasih kunjungannya, salah ukhuwah^^

      Hapus